JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah Yayasan Masjid Istiqlal terbentuk di tahun 1954, bukan berarti perjalanan pembangunan Masjid Istiqlal berjalan tanpa dinamika.
Salah satu dinamika yang muncul saat hendak membangun Masjid Istiqlal adalah letak pembangunan masjid dengan daya tampung 200.000 jemaah di tengah pusat kota Jakarta.
Saat itu Wakil Presiden Republik Indonesia Mohammad Hatta sempat mengusulkan agar Masjid Istiqlal dibangun di sekitar Jalan MH Thamrin. Tepatnya, di tempat Hotel Indonesia Kempinsky berdiri saat ini.
"Alasannya di tengah-tengah masyarakat Islam," tulis Soichim Salam dalam bukunya "Masjid Istiqlal Sebuah Monumen Kemerdekaan.
Baca juga: Arsitek Masjid Istiqlal, Diandalkan Soekarno dan Dipinggirkan Rezim Orde Baru
Bung Hatta saat itu menentang ide Soekarno yang menginginkan Masjid Istiqlal dibangun di bekas Benteng Citadel karena dinilai jauh dari pemukiman.
Istiqlal justru terlihat lebih dekat dari daerah pertokoan dan perkantoran dibandingkan dengan pemukiman masyarakat.
"Itulah alasan keberatannya Bung Hatta," tulis Solichin.
Berbeda dengan Hatta, Soekarno ngotot untuk membangun Istiqlal di atas bekas benteng Belanda karena lebih pada alasan politis dan artistik.
"Di atas bekas benteng penjajahan ini kita bangun Masjid Istiqlal yang berarti merdeka atau kemerdekaan, (itu) pertimbangan Bung Karno" tulis Solichin.
Soekarno menilai, benteng Citadel yang merupakan monumen penjajahan harus dikubur dan digantikan dengan monumen kemerdekaan yaitu Masjid Istiqlal itu sendiri.
Soekarno berharap, Masjid Istiqlal bisa menjadi sejarah baru bangsa Indonesia yang bisa menegakkan kemerdekaan dari para penjajah.