DEPOK, KOMPAS.com - Pakar kriminologi Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menilai, mendeknya kasus pembunuhan Akseyna Ahad Dori alias Ace, mahasiswa UI, yang kini sudah genap enam tahun, menunjukkan titik lemah kepolisian.
Akseyna ditemukan tak bernyawa di Danau Kenanga UI tepat 6 tahun silam, 26 Maret 2021. Polisi sempat menduga dia meninggal bunuh diri, sebelum belakangan meralatnya sebagai pembunuhan.
"Ini memang penyakit di kepolisian: menghadapi cold cases (kasus mandek) dengan gaya biasa," ujar Adrianus kepada Kompas.com, Kamis (25/3/2021) malam.
Baca juga: 6 Tahun Kematian Akseyna: UI Seolah Tak Peduli, Polisi Mengulang-ulang Janji
"Kalau kita bicara pengalaman-pengalaman negara luar negeri, Eropa terutama, maka kasus-kasus yang tidak bisa diungkap dimasukkan ke dalam kelompok cold cases, yang cara penanganannya juga beda dengan kasus-kasus yang datang ke kepolisian dan asumsinya dapat dipecahkan dengan mudah," ujar dia.
Eks komisioner Kompolnas itu melanjutkan, kasus-kasus mangkrak itu idealnya dikerjakan di direktorat khusus tanpa mengejar kecepatan dan tanpa batasan biaya.
Dengan begitu, harapannya, kasus yang mulanya beku (cold) dapat kembali menghangat (hot) sehingga lambat-laun dapat terkuak.
Masalahnya, kata Adrianus, "Polri memperlakukan semua kasus cold dan hot cases sama".
Akibatnya, kasus-kasus sulit seperti pembunuhan Akseyna, yang tempat kejadian perkaranya (TKP) saja rusak, akan terus ada di tumpukan bawah, tertimbun kasus-kasus yang lebih mudah dipecahkan.
"Dengan sistem kinerja yang berlaku di kepolisian, misalnya sebagai anggota Polri di bidang serse, tentu kan saya ingin mencari poin, maka yang kemudian saya urus adalah kasus-kasus yang bisa mendatangkan poin, yang mudah, jelas buktinya, jelas saksinya, yang jelas pasalnya, yang TKP-nya tidak rusak," ungkap Adrianus.
"Cold cases makin ada di tumpukan bawah dari kasus-kasus yang bisa diselesaikan, kasus-kasus yang bisa menjanjikan kinerja, dan ketika ditarik anggaran dapat dipertanggungjawabkan dengan mudah karena output-nya jelas," ujar dia.
Adrianus menyarankan, kasus pembunuhan Akseyna dilimpahkan ke Mabes Polri dan diserahkan kepada para ahli yang bercokol di sana.
Bagaimanapun, Polres Metro Depok dianggap terlalu kecil untuk bisa mengurai kasus serumit itu.
Apalagi, setelah enam tahun tak kunjung terungkap, pengungkapan kasus juga makin susah sebab saksi-saksi sudah terpencar dan memori mereka boleh jadi telah luntur.
"Jangankan yang bersifat penanganan khusus, yang untuk biasa-biasa saja SDM-nya kurang," tutup Adrianus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.