JAKARTA, KOMPAS.com - Pria berinisial AG disebut biasa membawa pisau lipat dalam aktivitasnya sehari-hari dengan alasan keamanan.
Dengan pisau yang ia bawa, AG akhirnya terjerat kasus hukum setelah melakukan penusukan seorang pria berinisial AA di rel kereta api Bandengan Utara III, RT 014 RW 011, Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, pada Kamis (15/4/2021).
"Memang pisau (yang digunakan untuk menusuk korban) itu pisau yang selalu dia bawa-bawa setiap harinya, setiap harinya memang dia bawa dengan alasan untuk menjaga diri," kata Kapolres Jakarta Barat Kombes Pol Ady Wibowo dalam konferensi pers Senin (26/4/2021).
Menurut Ady, pisau yang digunakan oleh pelaku adalah pisau lipat kecil berbahan dasar alumunium. Namun, pisau tersebut dibuang pelaku saat ia kabur dari kejaran polisi.
Baca juga: Pak Ogah Tewas Ditusuk Rekannya di Rel Bandengan
"Pisaunya sedang kita cari karena memang pisaunya dibuang sama yang bersangkutan pada saat pelariannya," kata Ady.
Sebelumnya diberitakan, seorang pria berinisial AA tewas di tepi rel kereta api Bandengan Utara III, RT 014 RW 011, Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, pada Kamis (15/4/2021).
Ia tewas setelah ditusuk oleh rekannya, AG (sebelumnya ditulis AS), yang sama-sama bekerja sebagai 'Pak Ogah'.
Ady menyatakan, berdasarkan keterangan pelaku, penusukan dilakukan karena pembagian hasil bekerja tak dibagi dengan rata oleh korban.
Baca juga: Pak Ogah Tewas Ditusuk di Rel Bandengan, Korban dan Pelaku Disebut Musuh Bebuyutan
"Jadi ada pintu rel yang cukup kecil di situ yang hanya bisa dilewati oleh motor, mereka-mereka (pelaku dan korban) ini memberikan jasa untuk membantu menyeberangkan di rel kerera api tersebut, ada sekitar 4 sampai 5oranglah satu kelompok ini," kata Ady.
Dari kelompok tersebut, korban bertugas sebagai pihak yang membagikan hasil kerja yang mereka lakukan dari pukul 06.00 sampai 11.00 WIB setiap harinya.
"Kemudian dibagikanlah rezeki yang mereka sudah kumpulkan, rata-rata dibagikan Rp 70.000 tapi oleh korban diberikan kepada pelaku itu sejumlah Rp 65.000, ada diskriminasi jumlah di situ," kata Ady.
Baca juga: Polisi Tangkap Pelaku Penusukan Pak Ogah di Tambora
Diskriminasi pembagian hasil tersebut, menurut pelaku, telah terjadi selama dua tahun.
"Inilah memuncak kemarahan yang sudah terakumulasi oleh pelaku," jelas Ady.
Di hari penusukan, korban lagi-lagi mendiskriminasi pembagian hasil untuk pelaku.
"Di situ pelaku memberanikan diri untuk menanyakan kenapa sampai seperti ini, maka terjadilah cekcok," ungkap Ady.