JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Kesehatan Muhammad Lutfhi Hakim menilai, keterlambatan melaporkan kasus Covid-19 secara real time bukan merupakan suatu tindak pidana.
Hal itu diungkapkan Lutfhi dalam sidang kasus tes usap di RS Ummi Bogor dengan terdakwa Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (19/5/2021).
Awalnya, Lutfhi ditanya oleh menantu Rizieq, Muhammad Hanif Alatas, yang juga terdakwa dalam kasus tersebut.
"Andaikata ada suatu permasalahan, real time terkait kasus Covid-19 itu terlambat, rumah sakit dianggap terlambat melaporkan. Ini kan masalah real time, apakah kesalahan ini bisa dipidanakan?" tanya Hanif kepada Lutfhi.
"Enggak lah, itu hanya masalah administratif lah," jawab Lutfhi.
Baca juga: Refly Harun Nilai Rizieq Shihab Tak Siarkan Berita Bohong dalam Kasus Tes Usap di RS Ummi
Menurut Lutfhi, rumah sakit selama pandemi sangatlah sibuk. Banyak komplain dari pasien Covid-19 soal tidak tersedianya ruangan isolasi.
"Belum lagi habisnya alat-alat antigen atau PCR, begitu sibuknya mereka," kata Lutfhi.
"Kalau hanya kesalahan seperti ini dijadikan pidana, begitu banyak orang yang harus dipidana dan begitu lumpuh rumah sakit melayani masyarakat," imbuh dia.
Hanif kemudian bertanya sekaligus menegaskan.
"Tetapi pada akhirnya dilaporkan juga, berarti itu masalah keterlambatan saja?" tanya Hanif.
"Administrasi saja. Tidak bisa dipidanakan," jawab Lutfhi.
Baca juga: Refly Harun Nilai Berlebihan Tuntutan Larangan Rizieq Shihab Gabung Ormas
Rizieq didakwa menyiarkan berita bohong soal hasil swab test-nya di RS Ummi.
Bersama Dirut RS Ummi Andi Tatat dan Muhammad Hanif Alatas, Rizieq dinilai menghambat proses pelacakan rantai penularan Covid-19 di Kota Bogor.
Kasus bermula ketika Rizieq meminta pendampingan dan pemeriksaan kesehatan ke Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) pada 12 November 2020.
Pada 23 November 2020, tim dokter MER-C memeriksa Rizieq setelah ditelepon oleh Muhammad Hanif Alatas.