JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman memperkirakan, klaster keluarga menyumbang 80 persen dari total kasus Covid-19 di Indonesia.
"Dalam konteks Indonesia, klaster keluarga akan sangat dominan dan diperkirakan akan mencapai 80 persen lebih," ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Kamis (10/6/2021).
Hal tersebut terjadi akibat kesadaran masyarakat Indonesia akan kesehatan masih kurang.
Dicky berujar, banyak warga yang sakit tidak berobat ke rumah sakit meski berpotensi terinfeksi Covid-19. Mereka lalu menularkan virus kepada keluarganya.
"Orang Indonesia kalau sakit di rumah aja, mengobati sendiri di rumah, tapi tetap kontak erat dan aktif dengan anggota keluarganya yang lain dan ini yang sangat berisiko," kata dia.
Kondisi tersebut diperparah dengan minimnya tracing yang dilakukan di Indonesia. Dengan demikian, penyebaran Covid-19 makin sulit terdeteksi.
Guna mendeteksi kasus Covid-19 secara dini, Dicky menyebutkan, perlu ada program yang disebut kunjungan rumah masyarakat dari petugas kesehatan.
"Penjangkauan ke rumah-rumah dari petugas kesehatan yang dibantu kader untuk menjaring, mendeteksi keberadaan kasus-kasus yang mayoritas ada di rumah-rumah ini," jelasnya.
Menurut Dicky, klaster keluarga tak hanya dominan di Indonesia, tetapi di semua negara, termasuk negara dengan kasus Covid-19 yang relatif terkendali.
Baca juga: Dinkes DKI Catat 800 Klaster Covid-19 Baru di Jakarta Setelah Libur Lebaran
Hal ini menunjukkan bahwa keluarga sangat rawan menjadi sarana penularan virus, mengingat antar-anggota keluarga kerap berinteraksi dan berkontak erat.
"Ditambah lagi seringkali di dalam keluarga ini terjadi pengabaian karena merasa ya itu orangtua, ya itu saudara, jadi ini salah satu yang membuat kenapa kluster keluarga ini banyak," paparnya.
Meski klaster keluarga mendominasi kasus Covid-19 di semua negara, kata Dicky, ada hal yang membedakan Indonesia dengan negara lain.
Perbedaan itu yakni soal sistem deteksi dini. Dicky melihat bahwa sistem deteksi dini di negara maju jauh lebih baik dibandingkan dengan Indonesia.
"Sistem deteksi dini mereka atau active case finding mereka jauh lebih baik, jadi antara lain testing, tracing yang dilanjut dengan isolasi karantinanya jauh lebih baik," tutur Dicky.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.