JAKARTA, KOMPAS.com - Mendiang Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja sebelum meninggal dunia, dikabarkan sempat kesulitan mencari ruang ICU di seluruh rumah sakit di wilayahnya sendiri.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Sri Enny Mainarti menjelaskan bagaimana situasi Covid-19 di wilayah setempat hingga Bupati Bekasi kesulitan mendapat ruangan.
Sri Enny menjelaskan, Bupati Eka terkonfirmasi positif Covid-19 pada, Kamis (1/7/2021) melalui tes swab PCR karena mengeluh sakit.
Satu hari berselang, kondisi kesehatan Eka makin menurun, dia mulai mengeluh sesak napas sehingga dilarikan ke Rumah Sakit Permata Keluarga Jababeka, Cikarang.
Baca juga: Meninggalnya Bupati Bekasi, Alarm Nyata Overkapasitas Fasilitas Kesehatan
Ketika dirawat di RS Permata Keluarga Jababeka, Bupati Eka rupanya perlu mendapatkan penanganan intensif di ruang ICU.
Namun sayangnya, ICU di RS Permata Keluarga Jababeka dalam keadaan penuh, terdapat pasien lain yang juga dalam kondisi sama.
Dinas Kesehatan dibantu dari pengurus partai bahu membahu mencarikan ruang ICU untuk Bupati, pencarian bukan hanya di seputaran Bekasi tapi hinga ke seluruh RS di Jabodetabek.
"Karena ruang ICU kosong (tidak tersedia) semua di sini, sementara beberapa syarat kalau untuk masuk obat-obat itu, harus di ICU. Enggak bisa di ruang rawat biasa," jelas Sri.
Di momen ini, Bupati Eka tidak ingin memaksakan atau mengorbankan pasien lain yang masih dalam perawatan ICU untuk bertukar tempat dengannya.
Baca juga: Bupati Bekasi Diduga Tertular Covid-19 dari Kerabat yang Bertamu ke Rumah
"Memang penuh semua, kita coba cari tapi semua penuh, kan nggak mungkin orang yang di ICU kita keluarin dulu, Pak Bupati nggak begitu, semua pasti yang terbaik ya, dari pimpinan partai juga bantu cari," terangnya.
Hasilnya, Bupati Bekasi mendapatkan ruangan ICU di Rumah Sakit Siloam Kelapa Dua, Kota Tangerang.
Sri menyebutkan, tingkat keterisian tempat tidur isolasi atau bed occupancy rate (BOR) rumah sakit di Kabupaten Bekasi mencapai 85 persen.
"BOR RS masih 85 persen ke atas, kenapa 85 bukan 100, karena antrean di bawah itu sudah ada, mereka input di bawah jam 12 siang terlihat kosong, tapi sebetulnya sudah ada antrean," jelas dia.
Segala upaya sudah dilakukan, salah satunya dengan menambah jumlah kapasitas tempat tidur. Tapi, hal itu harus dibarengi dengan sumber daya manusia (SDM) tenaga kesehatan (nakes).
"SDM kita nggak ada, RS masuk ke sana, 30 pasien dijaga 4 orang. Harusnya 1 perawat 3 pasien. Sudah luar biasa itu ya nakes kita," jelasnya.