DEPOK, KOMPAS.com - Polemik revisi Statuta Universitas Indonesia (UI) tak berhenti di urusan boleh atau tidaknya Rektor UI rangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan pelat merah.
Di balik revisi statuta yang muncul tiba-tiba itu, ternyata ada sederet masalah. Dewan Guru Besar (DGB) UI menyebut bahwa proses revisi Statuta UI cacat formil.
"DGB UI dalam rapat pleno 23 Juli 2021 telah memutuskan secara bulat bahwa PP Nomor 75 Tahun 2021 (Statuta UI hasil revisi) memiliki cacat formil," ujar Harkristuti Harkrisnowo, Ketua DGB UI, melalui keterangan tertulis dan dikonfirmasi Kompas.com, Senin (26/7/2021).
Baca juga: Dosen Ungkap Kejanggalan Proses Revisi Statuta UI
"DGB UI memiliki sejumlah dokumen kronologi yang pada intinya (menunjukkan bahwa) telah terjadi penyimpangan prosedur dan tidak dipenuhinya asas keterbukaan dalam penyusunan PP Nomor 75 Tahun 2021 sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan," ungkapnya.
Harkristuti menyebut DGB UI pernah mengirim tiga orang perwakilan untuk mengikuti proses penyusunan revisi Statuta UI hingga terakhir kali pada 30 September 2020, dalam sebuah rapat di Kemendikbudristek.
Ia berujar, para guru besar itu sebetulnya tidak melihat ada urgensi atau alasan untuk merevisi Statuta UI.
"Tapi, karena diminta, ya kami sekadar menyempurnakan. Prinsip check and balance dan good university governance tetap dipertahankan," jelas ahli hukum pidana itu.
Pasal-pasal bermasalah yang saat ini muncul pun belum dibahas saat itu, kata Harkristuti.
Bukan hanya DGB UI, Senat Akademik juga tak tahu-menahu sampai pasal-pasal kontroversial hasil revisi itu muncul dan ditandatangani presiden.
"Pada 19 Juli 2021, DGB UI tiba-tiba menerima salinan PP Nomor 75 Tahun 2021. Setelah diamati, DGB UI berkesimpulan bahwa penerbitan tersebut tanpa mengikuti proses pembahasan RPP (revisi PP)," ujar Harkristuti.
"... baik di internal UI bersama 3 organ lainnya (Rektor, Majelis Wali Amanat)
dan Senat Akademik, maupun rapat-rapat di Kemenristekdikti, di Kemkumham dan di Sekretariat Negara, antara bulan Oktober 2020 sampai terbitnya PP pada Juli 2021," ia menjelaskan.
Baca juga: Jokowi Diminta Batalkan Revisi Statuta UI karena Bertentangan dengan UU
Sebagai informasi, polemik Statuta UI ini menyeruak setelah BEM UI menerbitkan poster kritik berupa meme Presiden Jokowi yang disebut sebagai "King Of Lip Service".
Sejumlah mahasiswa yang dianggap terlibat dalam terbitnya poster itu kemudian dipanggil oleh Rektorat UI.
Belakangan, isu politis menguat karena Rektor UI saat ini, Ari Kuncoro, rupanya sudah hampir 1,5 tahun melanggar Statuta UI (PP Nomor 68 Tahun 2013) dengan menduduki kursi dewan komisaris di Bank BRI, tepatnya sebagai wakil komisaris utama.
Presiden Jokowi kemudian merevisi Statuta UI melalui PP Nomor 75 Tahun 2021 yang, di antaranya, menghapus larangan bagi Rektor UI menjabat sebagai komisaris BUMN.
Setelah Statuta UI direvisi, Ari Kuncoro justru menyatakan mundur dari jabatan wakil komisaris utama di BRI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.