DEPOK, KOMPAS.com - Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) meminta Presiden RI Joko Widodo membatalkan Statuta UI hasil revisi (PP Nomor 75 Tahun 2021).
Sebagai gantinya, pemerintah diminta memberlakukan kembali Statuta UI lama, yaitu berdasarkan PP Nomor 68 Tahun 2013.
"Dalam rangka menjaga martabat dan wibawa UI, DGB UI memohon kepada Presiden melalui kementerian terkait untuk tidak memberlakukan PP Nomor 75 Tahun 2021, dan kembali pada Statuta UI berdasarkan PP Nomor 68 Tahun 2013," ungkap DGB UI melalui keterangan resmi yang ditandatangani ketua dewan, Harkristuti Harkrisnowo, pada Senin (26/7/2021).
Baca juga: Jokowi Diminta Batalkan Revisi Statuta UI karena Bertentangan dengan UU
Sebagai informasi, revisi Statuta UI sebetulnya sudah mulai dibahas setidaknya pada September 2020 lalu, ketika DGB UI diundang rapat di Kemendikbudristek, kendati Harkristuti menilai tak ada urgensi untuk merevisi Statuta UI.
Pembahasan revisi Statuta UI hilang begitu saja, hingga tiba-tiba Statuta UI hasil revisi diteken Jokowi pada pekan lalu, menyusul serangkaian isu yang sebelumnya mencuat dan melibatkan Rektor UI saat ini, Ari Kuncoro.
Ari diketahui sudah nyaris 1,5 tahun rangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama BRI. Saat dilantik sebagai Rektor UI pada Februari 2020 pun ia rangka jabatan sebagai Komisaris Utama BNI.
Baca juga: Mundurnya Rektor UI sebagai Komisaris BRI Dinilai Jadi Momentum Batalkan Statuta UI Terbaru
Ironisnya, Jokowi melalui Statuta UI hasil revisi pada 2 Juli 2021, malah menghapus larangan Rektor UI rangkap jabatan sebagai pejabat di perusahaan pelat merah kecuali sebagai direksi.
Dengan revisi itu, artinya membolehkan Ari bertahan di posisinya ketika itu. Namun, Ari justru menyatakan mundur dari BRI pada 22 Juli 2021.
Tak hanya itu, Dewan Guru Besar UI juga mencatat sederet ketentuan bermasalah lain akibat revisi Statuta UI, di antaranya menghapus syarat nonanggota partai politik untuk masuk ke Majelis Wali Amanat (MWA) UI.
Padahal, melalui revisi ini, MWA kemudian diserahkan wewenang penuh memilih rektor.
Di luar soal pasal, penyusunan revisi statuta ini pun tak transparan.
"DGB UI memiliki sejumlah dokumen kronologi yang pada intinya (menunjukkan bahwa) telah terjadi penyimpangan prosedur dan tidak dipenuhinya asas keterbukaan dalam penyusunan PP Nomor 75 Tahun 2021 sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan," ungkap Harkristuti.
Baca juga: Soal Revisi Statuta UI, Dewan Guru Besar Ungkap Ada Penyimpangan Prosedur
Maka, dalam rapat pleno 23 Juli 2021, DGB UI menyatakan bahwa Statuta UI hasil revisi mengandung cacat materiil dan cacat formil.
"Dalam rangka menjamin good university governance, menindaklanjuti surat tertanggal 24 Juli 2021 kepada tiga organ UI, DGB UI meminta segera diadakan pertemuan bersama untuk mempersiapkan penyusunan Statuta UI yang baru," kata Harkristuti.
"Termasuk yang akan dibahas dalam Statuta UI yang baru adalah kemungkinan pengalihan kewenangan antar organ, yang tentu harus dibicarakan secara bersama di antara empat organ UI," ia menambahkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.