DEPOK, KOMPAS.com - Polisi telah menyelidiki dugaan pungutan liar (pungli) dalam pencairan bantuan sosial tunai (BST) terhadap warga di RW 005, Kelurahan Beji, Depok, Jawa Barat.
Hasilnya, polisi tidak menemukan adanya unsur pidana dalam peristiwa yang jadi sorotan itu.
"Hasil gelar (perkara) sementara, tidak masuk unsur (pidana), baik tipikor (tindak pidana korupsi) maupun pidana lain," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Depok, AKBP Yogen Heroes Baruno, Jumat (6/8/2021).
Dengan demikian, kasus itu tak dapat dinaikkan ke tingkat penyidikan dan tidak ada tersangkanya.
Baca juga: Polisi Usut Kasus Pungutan Bansos Tunai di Beji Depok
Uang yang sebelumnya dipungut dari warga saat ini sudah dikembalikan seluruhnya oleh ketua RW kepada masing-masing penerima BST.
"Pertama untuk tipikor enggak masuk karena ketua RW bukan pegawai negeri atau pejabat negara," kata Yogen.
"Mau kami kenakan (Pasal) 372 (KUHP, tentang penggelapan dan penipuan), tidak masuk karena uang dari Kantor Pos langsung diserahkan ke warga. Warga sendiri yang memasukkan ke kotak donasi," kata dia.
Sementara itu, jika dikenakan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, peristiwa itu juga tak memenuhi unsur pidana karena ketiadaan unsur pemaksaan maupun kekerasan dalam memberikan donasi.
Sebelumnya, Ketua RW 05 Kelurahan Beji, Depok, Kuseri mengaku bahwa keputusan memungut donasi dari BST warga sebesar Rp 50.000 per penerima sudah disepakati oleh para Ketua RT dan tokoh masyarakat setempat.
Donasi itu rencananya akan dipakai untuk kepentingan warga pula yang saat ini tak kalah mendesak, yaitu servis ambulans warga.
Ambulans itu, kata dia, disediakan secara swadaya dan menjadi milik bersama untuk kebutuhan warga RW 05 Kelurahan Beji.
Saat ini, operasional ambulans disebut sedang padat, sehingga butuh perbaikan segera.
"Karena turun mesin, perlu biaya cukup banyak. Jadi, bukan pemotongan, apalagi (disebut-sebut) untuk bensin yang tidak seberapa. Ini untuk donasi operasional ambulans kami yang turun mesin," kata kata Kuseri pada Rabu malam lalu.
Total, ia mengeklaim, biaya yang diperlukan mencapai Rp 7 juta. Ia merinci beberapa suku cadang yang mesti diganti, seperti as kruk, seher, mounting mesin, aki, dan sederet suku cadang lain.
Kuseri memutuskan untuk mengembalikan seluruh "donasi" buat servis ambulans itu lantaran keputusannya jadi sorotan.
"Pokoknya begini saja. Kami tidak mau ambil. Kami akan kembalikan saja. Saya tidak mau menyalahi aturan walaupun itu keadaannya darurat. Tidak apa-apa, kita ikuti mekanisme yang ada," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.