Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pilu Pengungsi Afghanistan di Indonesia, Lama Terkatung-katung hingga Bunuh Diri dalam Penantian

Kompas.com - 25/08/2021, 13:17 WIB
Ivany Atina Arbi

Penulis

Sumber BBC

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakmat, seorang pengungsi dari Afghanistan yang saat ini menetap di Jakarta, mengaku putus asa di tengah penantiannya untuk dipindahkan secara permanen ke negara ketiga.

Hakmat mengaku sudah terkatung-katung di Jakarta sejak 2013 lalu, ketika Australia menutup pintunya bagi pencari suaka. Sementara Indonesia tidak menandatangani Konvensi Pengungsi PBB sehingga tak bertanggung jawab atas penempatan pengungsi.

Hakmat tidak sendiri. Ia mengaku, ribuan warga asal Afghanistan bernasib sama seperti dirinya.

“Ribuan pengungsi telah menunggu di sini di Indonesia selama 8-10 tahun untuk dimukimkan kembali,” ujarnya ketika dihubungi, Rabu (25/8/2021).

Baca juga: Curahan Hati Pengungsi Afghanistan yang Gelar Demo di Jakarta: “Kami Putus Asa”

Warga Afghanistan berbondong-bondong meninggalkan tanah air mereka untuk menghindari rezim Taliban yang kejam.

Seorang wartawan Afghanistan, Sazawar Muhammad Musa, mengisahkan bagaimana dirinya menjadi target pembunuhan kelompok Taliban lantaran mengkritik apa yang disebutnya sebagai praktek kekejaman.

Di tahun 2013, ia sempat disekap oleh kelompok militan itu sebelum akhirnya kabur.

“Semua yang aku kenal, teman-teman saya, kabur semua,” ungkap Sazawar. Ia mengakui, masih ada warga yang bertahan.

“Yaitu orang-orang biasa yang tidak kerja dengan pemerintah, walaupun mereka takut juga, tapi mereka tidak punya pilihan,” ujarnya kepada BBC.com.

Baca juga: Ini Penyebab Pengungsi Afghanistan Bertahun-tahun Terdampar di Jakarta

Sejumlah pengungsi asal Afghanistan menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Badan Pengungsi PBB (UNHCR) di Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (24/8/2021) kemarin.

Mereka menuntut untuk bisa segera ditempatkan secara permanen di negara yang menandatangani konvensi pengungsi PBB, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Indonesia bukan salah satunya.

Indonesia hanyalah negara yang menampung para pengungsi secara sementara. Peraturan yang ada melarang para pencari suaka tersebut untuk bekerja di Indonesia.

Communication Associate UNHCR Indonesia Dwi Anisa Prafitria mengatakan, keputusan menerima pengungsi ada sepenuhnya di negara-negara penerima, bukan di UNHCR.

Namun beberapa tahun belakangan ini, jumlah kuota untuk penempatan pengungsi di negara penerima menurun secara drastis. Ini terjadi kepada pengungsi di seluruh dunia, tidak cuma di Indonesia.

Baca juga: Pengungsi Afghanistan Akhirnya Bertemu UNHCR Usai Gelar Demo, Ini Hasilnya

"Sebagai informasi, sekarang ini ada sekitar 20 juta pengungsi di seluruh dunia yang di bawah mandat UNHCR, namun setiap tahunnya kurang dari 1 persen pengungsi di seluruh dunia diterima oleh negara ketiga dan berangkat ke negara tujuan," kata Annisa saat dihubungi, Rabu (25/8/2021).

Halaman:
Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Megapolitan
Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari 'Basement' Toko Bingkai 'Saudara Frame' Mampang

Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari "Basement" Toko Bingkai "Saudara Frame" Mampang

Megapolitan
Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Megapolitan
Pemadaman Kebakaran 'Saudara Frame' Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Pemadaman Kebakaran "Saudara Frame" Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Megapolitan
Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran 'Saudara Frame' di Mampang Berhasil Dievakuasi

Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran "Saudara Frame" di Mampang Berhasil Dievakuasi

Megapolitan
Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Megapolitan
Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering 'Video Call'

Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering "Video Call"

Megapolitan
7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Megapolitan
Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Megapolitan
Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Megapolitan
Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Megapolitan
Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Asap Masih Mengepul, Damkar Belum Bisa Pastikan Kapan Pemadaman Toko Bingkai di Mampang Selesai

Asap Masih Mengepul, Damkar Belum Bisa Pastikan Kapan Pemadaman Toko Bingkai di Mampang Selesai

Megapolitan
Momen Lebaran, Pelanggan Borong Mainan sampai Rp 1 Juta di Pasar Gembrong Jatinegara

Momen Lebaran, Pelanggan Borong Mainan sampai Rp 1 Juta di Pasar Gembrong Jatinegara

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com