JAKARTA, KOMPAS.com - "Aku jarang memikirkan keterbatasanku dan itu tak pernah membuatku bersedih."
Helen Keller buta dan tuli, tetapi keterbatasan itu tak pernah membuatnya menyerah. Kutipan di atas disadur dari salah satu biografinya The Story of My Life.
Abit (51) barangkali tak mengenal Keller. Namun, jiwa tak kenal menyerahnya serupa seperti Keller.
Di tengah keterbatasannya, Abit tetap semangat berjualan, aktivitas sehari-hari yang ia lakoni sejak 1984.
Baca juga: Deny Manusia Got, Markesot, dan Hasil yang Tidak Selalu Mengikuti Usaha
Sudah tak terhitung lagi, berapa putaran roda pada kursinya dan berapa jarak yang ia tempuh.
Putaran roda itu ibarat kehidupan bagi Abit. Kerasnya jalanan, kendaraan, atau orang-orang yang ia temui.
"Dari lahir kondisi memang sudah begini," kata Abit saat ditemui di Jalan Pondok Kopi, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Barang dagangan Abit berganti-ganti. Pernah ia berdagang mainan atau menjadi loper koran.
Kursi roda selalu menjadi sahabat setianya selama berjualan.
"Kalau dagang koran, diantarkan ke langganan. Tapi jualan koran nggak lama," tutur Abit.
Setiap harinya, Abit memulai aktivitas jualan pada pukul 09.00 WIB.
Ia berangkat dari kediamannya di Jalan Malaka III, RT 06 RW 03 Malaka Sari, Duren Sawit. Rute jualannya tidak tentu, sesuai keinginan Abit.
"Pernah jualan ke Manggarai, naik angkot, kursi roda dinaikkin angkot," ucap Abit.
Semenjak pagebluk, penghasilan dari jualannya itu menurun.
"Dulu penghasilan bisa Rp 300.000 per hari. Itu bawanya banyak," kata Abit.
Baca juga: Kisah Kurir Antarkan Pesanan Obat dengan Kayuh Sepeda Kayuh Sejauh 15 Kilometer di Bekasi