Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diminta Beri Penjelasan Soal Tindak Lanjut Pemecatan 56 Pegawai KPK, Bukan Melempar ke Kapolri

Kompas.com - 02/10/2021, 11:30 WIB
Ardito Ramadhan,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana meminta Presiden Joko Widodo menyampaikan secara langsung tindak lanjut pemecatan 56 orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Kurnia, Jokowi semestinya memberi penjelasan langsung, bukan malah melempar tanggung jawab kepada Kapolri Jenderal (Polisi) Listyo Sigot Prabowo yang berencana merekrut 56 orang pegawai KPK tersebut.

"Hal ini penting untuk disampaikan secara terus menerus agar Presiden tidak kebiasaan menggunakan model politik lempar tanggung jawab kepada pihak lain," kata Kurnia, Sabtu (2/10/2021).

Baca juga: Soal Rencana Perekrutan Jadi ASN Polri, Eks Ketua Wadah Pegawai KPK: Kami Tunggu Undangan Kapolri

Kurnia mengingatkan, terkait kasus ini, Komisi Nasional HAM dan Ombudsman telah memberikan rekomendasi kepada Presiden, bukan Kapolri.

"Dengan mendelegasikan kepada Kapolri untuk menyampaikan perihal penempatan 56 pegawai KPK, maka hal itu menandakan Presiden tidak menghargai rekomendasi yang telah dibuat oleh Ombudsman dan Komnas HAM," kata Kurnia.

Kurnia menambahkan, jika pemerintah menganggap proses tes wawasan kebangsaan (TWK) bermasalah sehingga 56 pegawai KPK akan ditempatkan ke instansi lain, hal itu harus dijelaskan secara terang kepada masyarakat.

"Tidak hanya itu, Presiden juga harus menegur dan mengevaluasi kinerja Pimpinan KPK yang menjadi dalang utama di balik TWK KPK," ujar dia.

Jokowi hingga saat ini belum memberi sikap yang jelas mengenai polemik pemecatan 56 pegawai KPK yang tidak lolos TWK. Sebelumnya, Jokowi pernah mengatakan agar hasil TWK tak serta-merta dijadikan dasar pemberhentian pegawai. Selain itu, peralihan status kepegawaian tak boleh sampai merugikan hak pegawai KPK.

Belakangan, Kapolri Jenderal (Polisi) Listyo Sigot Prabowo berencana merekrut 56 pegawai nonaktif KPK yang tak lolos TWK ke Bareskrim untuk menangani kasus tindak pidana korupsi (tipikor).

Listyo menilai, 56 pegawai KPK yang bakal diberhentikan itu memiliki rekam jejak dan pengalaman memadai untuk bertugas di Polri.

"Kami melihat terkait rekam jejak dan pengalaman dalam penanganan tipikor tentu sangat bermanfaat untuk memperkuat jajaran organisasi Polri yang saat ini kami kembangkan," kata Listyo, pada 28 September 2021.

Listyo mengemukakan, Jokowi telah menyetujui rencana tersebut. Saat ini, Polri diminta menindaklanjuti usulan itu ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

"Tanggal 27 (September) kami mendapatkan jawaban dari Bapak Presiden melalui Mensesneg secara tertulis, pada prinsipnya beliau setuju 56 orang pegawai KPK tersebut untuk menjadi ASN Polri," kata Listyo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukung Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Rp 22 Miliar, Fraksi PKS: Biar Nyaman Jadi Kantor Kedua

Dukung Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Rp 22 Miliar, Fraksi PKS: Biar Nyaman Jadi Kantor Kedua

Megapolitan
Harga Bawang Putih di Pasar Perumnas Klender Masih Stabil dari Sebelum Lebaran

Harga Bawang Putih di Pasar Perumnas Klender Masih Stabil dari Sebelum Lebaran

Megapolitan
PSI DKI Ingatkan Heru Budi soal Keberadaan Biro Jasa Pembebasan Lahan Normalisasi Kali Ciliwung

PSI DKI Ingatkan Heru Budi soal Keberadaan Biro Jasa Pembebasan Lahan Normalisasi Kali Ciliwung

Megapolitan
Penampilan Pengemudi Fortuner Arogan Berpelat Palsu TNI yang Kini Berbaju Tahanan

Penampilan Pengemudi Fortuner Arogan Berpelat Palsu TNI yang Kini Berbaju Tahanan

Megapolitan
Gerindra Mulai Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor untuk Pilkada 2024

Gerindra Mulai Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor untuk Pilkada 2024

Megapolitan
DBD di Jaksel Turun Drastis, dari 507 Menjadi 65 Kasus per April 2024

DBD di Jaksel Turun Drastis, dari 507 Menjadi 65 Kasus per April 2024

Megapolitan
Dalam Rapat LKPJ 2023, Heru Budi Klaim Normalisasi Berhasil Atasi Banjir Jakarta

Dalam Rapat LKPJ 2023, Heru Budi Klaim Normalisasi Berhasil Atasi Banjir Jakarta

Megapolitan
Pria di Bekasi Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Pria di Bekasi Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Megapolitan
Tak Hanya Kader, PKS Juga Usulkan Anies dan Eks Kapolda Masuk Bursa Bacagub DKI

Tak Hanya Kader, PKS Juga Usulkan Anies dan Eks Kapolda Masuk Bursa Bacagub DKI

Megapolitan
Tak Lagi Dapat 'Privilege' KTP Jakarta, Warga: Akses Pendidikan dan Kesehatan Jangan Jomplang

Tak Lagi Dapat "Privilege" KTP Jakarta, Warga: Akses Pendidikan dan Kesehatan Jangan Jomplang

Megapolitan
Warga 'Numpang' KTP DKI: Pelayanan di Jakarta Itu Enak Banget, Administrasinya Enggak Ribet...

Warga "Numpang" KTP DKI: Pelayanan di Jakarta Itu Enak Banget, Administrasinya Enggak Ribet...

Megapolitan
Masuk Bursa Cagub DKI dari PKS, Khoirudin: Saya Kawal dari Dewan Saja...

Masuk Bursa Cagub DKI dari PKS, Khoirudin: Saya Kawal dari Dewan Saja...

Megapolitan
Maju di Pilkada Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Daftar Lewat Gerindra

Maju di Pilkada Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Daftar Lewat Gerindra

Megapolitan
Pendapatan Ojek Sampan Tak Cukupi Biaya Hidup, Bakar Terpaksa Berutang untuk Makan

Pendapatan Ojek Sampan Tak Cukupi Biaya Hidup, Bakar Terpaksa Berutang untuk Makan

Megapolitan
Pasca-Lebaran, Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Pasca-Lebaran, Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com