JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah serikat pekerja kembali berunjuk rasa di depan Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (19/11/2021).
Sama seperti kemarin, mereka menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2022 lebih besar dari yang disampaikan pemerintah pusat.
Sebagai informasi, pemerintah pusat telah mengumumkan bahwa DKI Jakarta hanya mengalami kenaikan UMP pada 2022 sebesar 0,8 persen atau tak sampai Rp 40.000.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kemarin sempat menemui para pengunjuk rasa.
Kepada mereka, Anies mengisyaratkan bahwa Pemprov DKI Jakarta akan menaati besaran UMP yang digariskan pemerintah pusat.
Baca juga: Janji Anies soal UMP ke Kaum Buruh: Pemprov DKI Akan Bantu Turunkan Biaya Hidup
Sebagai kompensasi atas kenaikan yang rendah, Anies mengklaim, para pekerja atau buruh akan diberikan akses biaya hidup murah di Jakarta seperti bantuan Kartu Jakarta Pintar untuk anak-anak buruh.
Tidak hanya itu, fasilitas lainnya juga akan dikhususkan untuk kaum pekerja agar bisa menekan biaya hidup di Jakarta.
"Diharapkan bisa mengurangi biaya (hidup) walaupun pendapatan (tidak naik signifikan) diatur lewat PP (peraturan pemerintah) yang ada," kata dia.
Namun, serikat pekerja tidak menganggapnya sebagai ganti yang sepadan atas tuntutan mereka.
“Itu bukan suatu solusi,” ujar Wakil Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Tri Widyanto, Jumat.
“Kalau memang Jakarta mempunyai program, kami apresiasi program tersebut. Akan tetapi program tersebut tidak menjadi solusi untuk semua permasalahan yang ada,” tambahnya.
Baca juga: Pemprov DKI: UMP Jakarta 2022 Ada Kenaikan, Tunggu Saja 19 November
Tri menegaskan bahwa yang paling realistis adalah menaikkan UMP 2022 sesuai dengan survei kebutuhan hidup layak (KHL).
Masalahnya, saat ini, peran buruh dalam penentuan upah yang akan mereka terima sudah lenyap secara praktis sejak terbitnya UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya tentang perhitungan pengupahan, PP Nomor 36 Tahun 2021.
Sidang pengupahan yang melibatkan unsur pemerintah, pengusaha, dan buruh, tidak lagi berkontribusi signifikan atas penentuan UMP karena pemerintah pusat sudah menetapkan batas bawah dan atas UMP.
“Ini kan untuk kebutuhan, artinya harus adil. Kebutuhan hidup layak itu harus (dihitung) adil. Menurut kami (kenaikan UMP) 1 persen itu tidak ada niatan dari pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup pekerja di Jakarta,” jelas Tri.
Ia pun mengungkapkan bahwa serikat pekerja tetap pada prinsip semula, yakni siap melakukan mogok kerja apabila kenaikan UMP tidak signifikan.
“Apabila Pak Anies menetapkan sesuai dengan instruksi dari Menteri Tenaga Kerja, kami saat ini sedang menunggu instruksi dari pimpinan kami di konfederasi, dan tentu teman-teman media juga sudah mendengar bahwa statementnya kalau memang tidak diakomodir aksi-aksi kecil kita, ini kita akan melakukan mogok nasional,” tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.