JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak empat RT di Kampung Baru Kubur Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, mengalami krisis air selama tiga bulan.
Krisis air terjadi di RT 004, RT 005, RT 006, dan RT 007 di RW 015 kampung tersebut.
Air di rumah mereka mati dan mengalir pada jam tertentu dengan volume sedikit. Saat air mengalir, kondisinya pun beragam, terkadang bersih, tapi lebih sering berbau busuk.
Sebelumnya, pada 2019, air di permukiman tersebut juga pernah bermasalah karena air yang dipasok oleh operator Palyja itu berwarna.
In Nyo, warga RT 007 mengeluhkan bahwa air yang berbulan-bulan krisis di rumahnya itu kerap kali berbau jika mengalir.
"Airnya enggak pernah keluar, sekalinya keluar, bau bangkai. Masa airnya bau bangkai. Bingung saya juga," ujar In Nyo saat ditemui di rumahnya, Kamis (6/1/2022).
Dia mengatakan, banyak pekerjaan rumah tangganya yang terbengkalai akibat krisis air tersebut. Terlebih lagi, di rumahnya juga sedang ada orang yang sakit.
"Saya enggak mandi-mandi. Kesal saya. Kami enggak ada air tapi bayar terus," kata dia.
Baca juga: Kampung Baru Kubur Koja Krisis Air, Warga: Sekalinya Keluar Bau Bangkai
Selain berbau, ujar dia, air tersebut juga menghitam dan tak layak pakai jika sewaktu-waktu mengalir.
Kemudian, waktu air mengalir pun tak tentu.
In Nyo dan tetangganya terpaksa harus membeli air galon atau air pikul dari pedagang air keliling untuk memenuhi kebutuhan mereka.
"Jadi harus beli segalon Rp 6.000, sedangkan tagihan bayar terus tapi airnya enggak ada," kata dia.
Hal senada disampaikan Emil. Ibu rumah tangga ini mengatakan, saat ini, bebannya makin bertambah karena dia harus mengeluarkan biaya untuk membeli air galon isi ulang sebagai pengganti.
Sebab, tak ada cara lain untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari bagi dirinya dan keluarga.
"Paling kami beli air isi ulang saja. Sehari bisa 10 galon dengan biaya di luar biaya bulanan (untuk) Palyja. Satu galonnya Rp 6.000," kata Emil.
Baca juga: Warga Kampung Baru Kubur Berharap Subsidi Air dari Palyja