Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara telah resmi disahkan. Jakarta akan segera digantikan oleh Nusantara, nama yang sudah ditetapkan sebagai IKN di Provinsi Kalimantan Timur.
Pengaturan lebih teknis mengenai IKN akan didetailkan melalui peraturan turunan undang-undang.
Pertanyaan yang menggelitik adalah bagaimana pengaturan soal Jakarta setelah tidak lagi menyandang status Daerah Khusus Ibukota (DKI)?
Kedudukan Jakarta sebagai DKI diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007. Lahirnya UU IKN sedianya mencabut UU 29/2007.
Namun, UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara telah mengamanatkan bahwa paling lama dua tahun ke depan akan dilakukan revisi terhadap UU 29/2007.
Disebutkan juga di UU 3/2022 bahwa perubahan UU 29/2007 akan mengatur kekhususan Jakarta.
Baca juga: Jakarta, Ibu Kota yang Tak Diinginkan?
Artinya, asas desentralisasi asimetris akan tetap berlaku sehingga Jakarta tidak serta merta mengacu pada UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah seperti daerah lain.
Desentralisasi asimetris adalah pemberian kewenangan khusus yang berbeda pada daerah-daerah tertentu dalam suatu negara.
Secara umum, ada dua alasan utama pemberlakuan desentralisasi asimetris, yakni pertimbangan politis dan administratif (Jaweng, 2013).
Di Indonesia, desentralisasi asimetris diberikan kepada Aceh, Papua, Papua Barat, Yogyakarta dan Jakarta.
Dasar dari desentralisasi asimetris di Indonesia dapat dirujuk dari konstitusi sebagai kesatuan hukum tertinggi.
Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan pengakuan dan penghormatan negara terhadap satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa.
Landasan yang sama juga digunakan dalam pembentukan Otorita IKN Nusantara lewat UU IKN.
Meski sudah diamanatkan dalam UU IKN bahwa Jakarta akan tetap mendapatkan kekhususan, tapi tidak spesifik dalam hal apa.
Menarik untuk mendiskusikan format asimetrisme seperti apa yang akan diberikan kepada Jakarta.