JAKARTA, KOMPAS.com - Pencemaran lingkungan akibat abu batu bara terjadi di sekitar wilayah Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
Abu batu bara tersebut mencemari lingkungan Marunda, antara lain di sekitar Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Marunda.
Pencemaran tersebut menyebabkan warga mengalami dampak kesehatan yang buruk seperti gatal-gatal.
Awalnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima laporan tentang pencemaran akibat abu batu bara di Rusun Marunda yang berdampak pada kesehatan warga, terutama anak-anak.
Pencemaran diduga telah menimbulkan masalah pernapasan (ISPA), gatal-gatal pada kulit, dan ruang bermain anak yang penuh abu batu bara.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, pihaknya mendapatkan informasi tersebut dari anggota Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Johny Simanjuntak pada 6 Maret 2022.
Baca juga: KPAI Terima Laporan Soal Anak-anak Rusun Marunda Tercemar Abu Batu Bara
Dalam menindaklanjuti itu, KPAI melakukan pengawasan di sekolah satu atap yang terdiri dari SDN Marunda 05, SMPN 290 Jakarta, dan SLB Negeri 08 Jakarta Utara, pada Kamis (10/3/2022).
Lokasi sekolah tersebut terdekat dari aktivitas pengolahan gunungan batu bara, bahkan gunungan batu bara tersebut dapat disaksikan dengan sangat jelas dari lantai 4 SMPN 290 Jakarta.
“Para guru dan kepala sekolah tersebut mengakui bahwa abu batu bara sangat menganggu aktivitas di sekolah. Debu di lantai harus disapu dan dipel sedikitnya empat kali selama aktivitas pembelajaran tatap muka (PTM) berlangsung dari pukul 06.30 sampai 13.00 WIB," kata Retno dikutip dari siaran pers, Minggu (13/3/2022).
Baca juga: Warga Marunda Korban Pencemaran Abu Batu Bara Demo di Balai Kota, Minta Dinas LH Turun Tangan
Retno mengatakan, penjaga dan para petugas kebersihan sekolah menyebutkan bahwa abu batu bara tersebut baru mereda apabila hujan.
Namun, saat udara panas, abu batu bara terbawa angin dan mengotori seluruh ruang kelas dan benda-benda di dalamnya.
"Apalagi jika tidak ada aktivitas pembelajaran pada hari Sabtu dan Minggu, debu batu bara menumpuk dengan ketebalan bisa mencapai hampir 1 sentimeter,” kata dia.
Retno mengatakan, berdasarkan kunjungannya ke Rusunawa Marunda Blok A/10, warga menyampaikan dampak pencemaran mulai dirasakan sejak 2018.
Baca juga: Dinas LH DKI Jakarta Siapkan Sanksi Terkait Pencemaran Abu Batu Bara di Marunda
Menurut dia, warga makin merasakan dampak pencemaran abu batu bara terhadap kesehatan, seperti gangguan pada kulit dan pernapasan.
"Bahkan ada seorang anak yang terpaksa harus ganti kornea mata dari donor mata. Ketika tahun 2019, anak yang kerap bermain di RPTRA mengaku matanya sakit dan mengeluarkan air terus. Dia mengucek matanya karena gatal dan diduga kuat partikel halus dari abu batu bara mengenai mata si anak," kata dia.
Berdasarkan hal tersebut, pihaknya pun meminta Pemprov DKI Jakarta segera bertindak.
KPAI juga merekomendasikan DPRD DKI Jakarta melakukan pengawasan ke lapangan sekaligus memanggil pemerintah dan perusahaan untuk dimintai penjelasan.
Baca juga: Gelar Unjuk Rasa, Ini Tuntutan Warga Rusun Marunda yang Terdampak Abu Batu Bara
Kemudian, KPAI juga mendorong perlunya pemerintah pusat, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk melakukan investigasi terkait analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
"KPAI juga mendorong pelibatan laboratorium yang independen untuk melakukan uji laboratorium pada air dan tanah warga, serta uji medis terkait dampak kesehatan yang dirasakan warga, termasuk anak-anak," ucap dia.
Forum Masyarakat Rusunawa Marunda dan sekitarnya (F-MRM) menyatakan bahwa saat ini di lingkungan tempat tinggal mereka dicemari debu batu bara dalam bentuk flying ash bottom ash (FABA).