JAKARTA, KOMPAS.com - Muka tanah di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, terus mengalami penurunan hingga 7,5 sentimeter setiap tahunnya.
Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Afan Adriansyah mengatakan, Muara Baru merupakan wilayah yang berada di pesisir Jakarta sisi barat yang penurunan muka tanahnya paling parah.
"Untuk penurunan muka tanah, titik-titik di DKI Jakarta terparah ada di pesisir terutama sisi barat. Penurunannya 7,5 cm per tahun," kata Afan di acara peringatan Hari Air Sedunia yang digelar di Danau Cincin, Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (22/3/2022).
Baca juga: Penurunan Muka Tanah Terparah Terjadi di Muara Baru, Capai 7,5 Sentimeter Per Tahun
Afan mengatakan, penurunan muka tanah tersebut disebabkan masifnya eksploitasi terhadap pengambilan air tanah.
Karena pengambilan air tanah itu dilakukan secara berlebihan, kata dia, tak heran jika tanah di wilayah tersebut mengalami penurunan.
Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta pun menyiapkan regulasi untuk mengontrol ekstraksi air tanah tersebut dengan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zonasi Bebas Air Tanah.
"Jadi dalam Pergub tersebut ditetapkan bahwa tahun depan, mulai 1 Agustus 2023 untuk jalan maupun kawasan yang memang sudah dilayani air perpipaan, sudah tidak diperkenankan lagi atau dilarang mengambil atau memanfaatkan air tanah," kata dia.
Beberapa kriteria atas pelarangan pengambilan air tanah itu adalah bangunan dengan luas lebih dari 5.000 meter persegi dan jumlah lantai lebih dari delapan lantai.
Baca juga: Prediksi Tenggelamnya Jakarta dan Penurunan Muka Tanah yang Kian Parah
Afan mengatakan, mitigasi penurunan muka tanah lewat larangan mengambil air tanah itu pun harus dibarengi dengan cakupan air bersih hingga 100 persen.
"Posisi eksisting (cakupan air bersih) sekarang ini 68 persen. Kami bergerak menuju ke 100 persen pada tahun 2030," kata dia.
Agar bisa mencapai 100 persen cakupan air bersih dari 68 persen itu untuk seluruh DKI, ujar Afan, pihaknya pun melakukan berbagai upaya.
Salah satunya dengan membangun PAM domestik atau lokal, seperti SPAM Hutan Kota dengan kapasitas 500 liter per second yang sudah beroperasi.
"Setelah SPAM Hutan Kota itu operasi, warga bisa terlayani air bersih dengan harga sangat murah, jauh berbeda dengan sebelum terbangunnya SPAM Hutan Kota tersebut," ujar dia.
Baca juga: Kala Warga Jakarta Diminta Hemat Air demi Cegah Penurunan Muka Tanah
Kemudian, pembangunan SPAM Regional yang dilakukan bersama pemerintah pusat, seperti di Waduk Jatiluhur dan Karian.
Termasuk juga memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh.
"Ini semua kami upayakan untuk mencapai target 100 persen pada 2030," ucap Afan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.