JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Yusmada Faizal mengatakan, air perpipaan merupakan salah satu solusi mengurangi penggunaan air tanah di Ibu Kota.
Pernyataan solusi tersebut disampaikan berkait kondisi penurunan muka tanah di Jakarta yang kian memprihatinkan akibat pengambilan air tanah yang tak terkendali.
"Salah satu cara mengurangi air tanah, cukupkan air perpipaan. PAM harus berkontribusi. Manakala air perpipaan sudah cukup, Insya Allah tidak ada lagi pengambilan air tanah," kata Yusmada di acara peringatan Hari Air Sedunia yang digelar di Danau Cincin, Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (22/3/2022).
Baca juga: Muka Tanah di Muara Baru Turun 7,5 Cm per Tahun Akibat Eksploitasi Air Tanah
Salah satu upaya yang dilakukan Dinas SDA dalam rangka mengurangi penggunaan air tanah adalah membangun banyak stasioner instalasi pengendalian air (IPA).
Yusmada mengatakan, IPA dibangun di beberapa waduk, di antaranya Waduk Sunter dan Tomang.
Kemudian pengerahan IPA mobile dalam rangka mendukung atau mencukupkan akses air.
Baca juga: Teken Pergub, Anies Mulai Larang Penggunaan Air Tanah Tahun Depan
"Pada gilirannya bagaimana supaya air tanah terkendali," kata dia.
Yusmada juga mengharapkan PD PAL Jaya juga yang berperan untuk mempertahankan kualitas air dapat menjadikan air yang sudah digunakan rumah tangga dan industri dapat diolah kembali.
Menurut dia, air-air itu bisa dikembalikan air-air baku mutu yang pengolahannya kemudian dilakukan oleh PAM Jaya sehingga menjadi air bersih yang dapat digunakan kembali.
Sebelumnya, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Afan Adriansyah mengatakan, Pemprov DKI telah menyiapkan regulasi untuk mengontrol ekstraksi air tanah.
Regulasi tersebut adalah dengan terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zonasi Bebas Air Tanah.
"Jadi dalam Pergub tersebut ditetapkan bahwa tahun depan, mulai 1 Agustus 2023 untuk jalan maupun kawasan yang memang sudah dilayani air perpipaan, sudah tidak diperkenankan lagi atau dilarang mengambil atau memanfaatkan air tanah," kata Afan.
Menurut Afan, ada kriteria yang harus dipenuhi bagi mereka yang tidak boleh mengambil air tanah di Ibu Kota.
Beberapa kriteria atas pelarangan pengambilan air tanah itu adalah bangunan dengan luas lebih dari 5.000 meter persegi dan jumlah lantai lebih dari 8 lantai.
Afan mengatakan, dalam memitigasi penurunan muka tanah lewat larangan mengambil air tanah itu pun harus dibarengi dengan cakupan air bersih hingga 100 persen.