Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Keganjilan Sistem Ganjil Genap Jakarta

Kompas.com - 08/04/2022, 09:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SUKA tak suka terpaksa harus diakui bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masa kini masih setara dengan para pemprov masa lalu dalam hal belum berhasil menanggulangi masalah kemacetan lalu lintas.

Memang di masa pagebluk Corona prahara jalan macet sempat mereda dengan sendirinya sebab masyarakat takut ke luar rumah.

Namun setelah pagebluk Corona mereda langsung lambat namun pasti malapetaka jalan macet kembali merajalela. Bahkan kini dapat dikatakan lebih parah ketimbang di masa sebelum pagebluk Corona.

Banyak penyebab kemacetan lalu lintas Jakarta, namun satu di antaranya ternyata adalah sistem ganjil genap.

Maka dengan penuh kerendahan hati sebagai pembayar pajak kendaraan bermotor saya memberanikan diri memohon perkenan Pemprov DKI jakarta meninjau ulang sistem ganjil genap.

Permohonan saya terkait fakta bahwa beberapa tujuan penerapan sistem ganjil genap terbukti tidak tercapai.

Tujuan mengurangi kemacetan lalu lintas serta mengurangi polusi udara akibat gas beracun yang keluar dari knalpot mobil jelas tidak tercapai sebab sistem ganjil-genap gagal dalam mengurangi jumlah mobil yang turun ke jalan kota Jakarta.

Pada kenyataan terbukti mobil yang kebetulan dilarang lewat di kawasan jalan terlarang tetap bisa bebas berkeliaran di kawasan jalan tidak terlarang yang tetap sama-sama berada di dalam wilayah DKI Jakarta. Berarti kemacetan bukan ditiadakan, namun sekadar dipindah.

Sistem ganjil-genap alih-alih mengurangi polusi udara akibat gas knalpot malah menambah kemacetan jalan cuma dipindah ke kawasan jalan lain sehingga kemacetan di jalan lain makin menjadi-jadi serta merta menambah polusi udara akibat para mobil makin lambat, bahkan tidak bisa bergerak di jalan raya sambil terus mengepulkan gas dari knalpot masing-masing.

Saya masih ingat masa krisis bensin di Jerman pada tahun 1970-an abad XX, pemerintah Jerman memang menggunakan sistem ganjil genap, namun bukan secara bergilir di kawasan tertentu saja.

Sistem ganjil genap berlaku di seluruh Jerman di mana pada hari Senin semua mobil pribadi bernomor genap boleh turun ke jalan, namun semua mobil bernomor ganjil dilarang keras turun ke jalan.

Lalu pada hari Selasa, semua mobil pribadi bernomor genap boleh berkeliaran di jalan, sementara yang bernomor ganjil harus tetap nongkrong di garasi atau tempat parkir masing- masing.

Memang penyelenggaraan sistem ganjil genap secara adil dan merata terbukti bisa dilakukan penghematan bensin secara sukses di Jerman. Namun lain padang lain belalang, maka lain Jerman lain Jakarta.

Kembali ke Jakarta, pada hakikatnya sistem ganjil genap tidak sesuai dengan sila terakhir Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Untuk Seluruh Rakyat Indonesia. Mereka yang memiliki mobil pribadi lebih dari satu berdasar teori kemungkinan, ada yang memiliki mobil bernomor ganjil mau pun sekaligus yang bernomor genap.

Pemilik mobil lebih dari satu memang lebih diuntungkan ketimbang mereka yang hanya punya satu mobil saja sebab bisa menyesuaikan mobil yang turun ke jalan dengan nomor yang diperbolehkan berkeliaran di jalan.

Sejak sistem ganjil genap mulai diterapkan di Jakarta, saya sudah mengemukakan keganjilan sistem ganjil genap.

Maka sebagai warga pembayar pajak mobil yang tidak murah, saya memohon Pemprov DKI Jakarta berkenan meninjau ulang sistem ganjil-genap untuk lebih disempurnakan atau diganti dengan sistem yang lebih baik agar kemacetan jalan sebagai biang keladi polusi udara di Jakarta dapat nyata dikurangi.

Insya Allah, di samping bebas macet, kota Jakarta dapat berperan serta nyata dalam gelora semangat perjuangan umat manusia menyelamatkan planet bumi dari kiamat akibat pemanasan iklim. MERDEKA!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

Megapolitan
Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Megapolitan
Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Megapolitan
TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

Megapolitan
Polisi Temukan Dua Luka di Kepala Wanita yang Tewas Bersimbah Darah di Bogor

Polisi Temukan Dua Luka di Kepala Wanita yang Tewas Bersimbah Darah di Bogor

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Bogor Ternyata Suaminya Sendiri

Pembunuh Wanita di Bogor Ternyata Suaminya Sendiri

Megapolitan
Diduga Korban Pembunuhan, Wanita di Bogor Ditemukan Tewas Bersimbah Darah

Diduga Korban Pembunuhan, Wanita di Bogor Ditemukan Tewas Bersimbah Darah

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Polisi Hentikan Kasus Aiman Witjaksono | Pengakuan Sopir Truk yang Tabrakan di GT Halim Utama

[POPULER JABODETABEK] Polisi Hentikan Kasus Aiman Witjaksono | Pengakuan Sopir Truk yang Tabrakan di GT Halim Utama

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
Tarif Tol Jakarta-Pekalongan untuk Mudik 2024

Tarif Tol Jakarta-Pekalongan untuk Mudik 2024

Megapolitan
Jadwal Imsak di Tangerang 29 Maret 2024

Jadwal Imsak di Tangerang 29 Maret 2024

Megapolitan
Jadwal Imsak di Wilayah Bekasi, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak di Wilayah Bekasi, 29 Maret 2024

Megapolitan
Jadwal Imsakiyah di Jakarta, 29 Maret 2024

Jadwal Imsakiyah di Jakarta, 29 Maret 2024

Megapolitan
Jadwal Imsak di Depok, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak di Depok, 29 Maret 2024

Megapolitan
Kebakaran Hanguskan Beberapa Rumah di Jalan KS Tubun Slipi

Kebakaran Hanguskan Beberapa Rumah di Jalan KS Tubun Slipi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com