Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anies Didesak Hentikan Swastanisasi Air di Jakarta di Sisa Masa Jabatannya

Kompas.com - 22/04/2022, 16:48 WIB
Singgih Wiryono,
Ivany Atina Arbi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan didesak untuk menghentikan praktik swastanisasi air bersih di DKI Jakarta yang sudah berlangsung sejak 1997.

Desakan tersebut tertulis dalam Surat Peringatan (SP) 1 yang disampaikan oleh Koalisi Perjuangan Warga Jakarta (KOPAJA) yang meminta Anies memenuhi tuntutan tersebut sebelum masa jabatannya berakhir pada Oktober 2022 nanti.

"Kami mendesak Anies untuk memastikan penghentian praktik swastanisasi air di DKI Jakarta dengan membuat regulasi khusus berdasarkan keterbukaan informasi dan partisipasi yang luas," kata perwakilan warga dari LBH Jakarta Jenny Silvia di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (22/4/2022).

Koalisi warga juga mendesak agar Anies menjamin proses transisi pengelolaan air dari swasta ke pemerintah bisa segera terwujud.

Baca juga: Koalisi Warga Jakarta Minta Anies Tak Lakukan Betonisasi Untuk Atasi Banjir

 

Mereka juga meminta Anies untuk selanjutnya menjamin tidak ada upaya swastanisasi air di Jakarta.

Jenny mengatakan, hingga hari ini, masih banyak wilayah di DKI Jakarta yang sulit mengakses air bersih karena sistem perpipaan dikelola oleh swasta sejak 6 Juni 1997.

"Sejak saat itu hingga kini penguasaan dan pengelolaan air Jakarta beralih dari negara ke swasta. Padahal, mandat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sangat jelas: bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," imbuh Jenny.

Sejak kebijakan swastanisasi air berlaku, Jenny menilai bahwa seluruh pihak, mulai dari pemerintah hingga warga Jakarta golongan ekonomi bawah dirugikan.

Baca juga: Anies Diberi SP 1 oleh Koalisi Perjuangan Warga Jakarta, Ini 9 Tuntutannya

Setidaknya ada lima kerugian yang dialami, pertama jangkauan air bersih hanya bisa mencakup 62 persen wilayah Jakarta.

Kedua, terdapat 22,85 persen warga Jakarta yang tidak bisa menikmati pelayanan air.

Ketiga, harga air di Jakarta sangat mahal, mencapai Rp. 12.550 per meter kubik dan tidak memperhatikan kualitas.

"Keempat, pengelolaan air oleh Palyja dan Aetra tidak transparan dan akuntabel. Terakhir, negara dirugikan karena harus membayar imbal hasil atau biaya defisit kepada Palyja dan Aetra," kata Jenny.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonor untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonor untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Megapolitan
Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Megapolitan
Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Megapolitan
Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Megapolitan
Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi 'Start' dan Ragu-ragu

Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi "Start" dan Ragu-ragu

Megapolitan
Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Megapolitan
Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Megapolitan
Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Megapolitan
Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Megapolitan
Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Megapolitan
Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Megapolitan
Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com