Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketupat Babanci, Kuliner Tradisional Betawi

Kompas.com - 06/05/2022, 00:00 WIB
Tari Oktaviani,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketupat babanci merupakan salah satu makanan tradisional khas betawi yang sudah langka keberadaannya. Dinamakan ketupat babanci dikarenakan bahan pokoknya menggunakan potongan ketupat.

Sayur ketupat babanci biasanya disajikan oleh masyarakat betawi di saat momen lebaran baik itu Idul Fitri maupun Idul Adha. Mmasyarakat wilayah Kemayoran dan Cempaka Putih yang sering menyajikan menu ini di meja makannya.

Hal itu karena wilayah tersebut merupakan Betawi Tengah yang di masa kolonial Belanda masuk dalam wilayah yang disebut Weltevreden dan Meester Cornelis.

Walaupun dinamakan sayur tetapi bahan yang digunakan tidak mengandung sayur.

Makna Babanci

Nama babanci mengacu pada "kelakuan". Sajian ini yang dinilai "banci" karena identitasnya sulit didefinisikan. Pasalnya sayur babanci bukan termasuk gulai, kare, maupun soto.

Makna lainnya menurut tokoh kuliner Bondan Winarno, kata babanci merupakan akronim dari Baba-Enci (panggilan khas orang China) sehingga dapat dikatakan bahwa hidangan ini merupakan hidangan peranakan China-Betawi.

Namun begitu terdapat opini lain yang mengatakan bahwa akronimnya adalah Babeh-Encing yang merupakan panggilan khas Betawi. Babeh adalah panggilan ayah dan encing untuk panggilan bibi.

Baca juga: 12 Makanan Betawi yang Langka, Ada Sayur Babanci dan Gabus Pucung

Bahan Ketupat Babanci

Sayur babanci dibuat dari daging kepala sapi. Namun bagian otak, lidah, dan hidung tidak diikut sertakan.

Dalam perkembangannya, saat ini banyak yang membuat makanan ini menggunakan daging has dalam mengingat daging bagian kepala sapi semakin mahal harganya.

Sedangkan ketupat yang menjadi pendamping Sayur Babanci menurut sejarawan H.J. de Graaf, merupakan simbol dari perayaan hari raya Islam sejak masa pemerintahan Raden Patah di Demak sekitar awal abad ke-15.

Bumbu Ketupat Babanci

Menu Sayur Babanci merupakan akultutasi tiga budaya, yaitu Arab, Tionghoa, dan Betawi. Pengaruh Arab ada dalam penggunaan rempah seperti jintan.

Pengaruh Tionghoa konon karena dulunya makanan ini banyak dimasak oleh masyarakat Tionghoa-Betawi dan pengaruh Betawi ada pada penggunaan rempah unik seperti botor, kedaung, dan tai angin.

Untuk bumbu yang digunakan, terdapat sekitar 21 jenis bumbu yang terdiri dari beberapa rempah langka, seperti kedaung, botor, lempuyang, temu mangga, temu kunci, bangle, dan lain-lain. 

Seiring perkembangan zaman dikarenakan keberadaan rempah yang langka, untuk saat ini sayur babanci lebih mirip dengan gulai, terutama untuk aromanya.

Pada akhir pembuatan ketupat dimasukkan serutan kelapa dan serundeng yang ditumbuk halus.

 

Referensi: 

  • Dinas Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta. Ketupat Babanci. kebudayaan.kemdikbud.go.id
  • Gardjito, Murdjati dan Eni Hurmayani, Umar Santoso. (2019). Makanan Tradisional Indonesia Seri 3. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Megapolitan
Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Megapolitan
Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Megapolitan
Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Megapolitan
Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi 'Start' dan Ragu-ragu

Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi "Start" dan Ragu-ragu

Megapolitan
Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Megapolitan
Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Megapolitan
Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Megapolitan
Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Megapolitan
Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com