JAKARTA, KOMPAS.com- Polda Metro Jaya menangkap pimpinan tertinggi kelompok Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja, di wilayah Lampung, Selasa (7/6/2022).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengatakan, Abdul Qadir ditangkap oleh penyidik Ditrektorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya.
Penangkapan dilakukan setelah kepolisian menyelidiki aksi konvoi sekelompok pengendara yang menamakan diri sebagai Khilafathul Muslimin di kawasan Cawang, Jakarta Timur.
"Iya betul, Polda Metro Jaya menangkap pimpinan Khilafathul Muslimin atas nama Abdul Qadir Baraja," kata Zulpan saat dihubungi, Selasa.
Baca juga: Polda Metro Jaya Tangkap Pemimpin Tertinggi Khilafatul Muslimin di Lampung
Mengutip Kompas TV, Khilafatul Muslimin adalah kelompok yang memiliki markas yang berada di Jalan WR Supratman, Kelurahan Bumi Waras, Teluk Betung, Bandar Lampung.
Kelompok ini juga memasang papan nama di pinggir jalan sebagai tanda yang bertuliskan Kantor Pusat Khilafatul Muslimin.
Selain plang kantor pusat, Khilafatul Muslimin juga memasang papan nama masjid Kekhalifahan. Lokasi kantor pusat terletak di lantai II masjid itu.
Pemimpin Khilafatul Muslimin ini bernama Abdul Qadir Baraja. Kelompok ini berdiri pada tahun 1997 dan belum berbadan hukum.
Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), pemimpin Khilafatul Muslimin dengan nama lengkap Abdul Qadir Hasan Baraja merupakan mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII).
Baca juga: Polisi: Terduga Teroris di Tambun Ustaz Kelompok Khilafatul Muslimin
Ia juga salah satu pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki bersama Abu Bakar Ba'asyir.
Abdul Qadir Hasan Baraja diketahui pernah hadir dalam Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada 2000 silam.
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen R Ahmad Nurwakhid menjelaskan, Abdul merupakan mantan terpidana kasus terorisme.
Ia telah dua kali menjalani masa penahanan.
Pertama, pada Januari 1979, karena berhubungan dengan Teror Warman sehingga ditahan selama tiga tahun.
Kemudian ditangkap dan ditahan kembali selama 13 tahun lantaran berhubungan dengan kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal 1985.
Baca juga: BNPT Khawatir Kegiatan di Kampus yang Ajarkan Sikap Intoleran Berujung Lahirnya Teroris