JAKARTA, KOMPAS.com - J, salah satu korban kekerasan seksual di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Jawa Timur, mengaku sangat ketakutan saat pelaku tak kunjung ditahan.
Itu diungkapkan J saat mendatangi Kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (12/7/2022).
Adapun pelaku yakni Julianto Eka Putra, pendiri Sekolah SPI. Julianto baru ditahan pada Senin (11/7/2022), setelah melalui 19 kali persidangan yang digelar secara tertutup sejak Februari 2022.
"Ketakutan yang sangat nyata saat JE (Julianto) belum ditahan, karena kami mengalami beberapa ancaman, terhadap kami saksi dan korban, dan itu sangat memengaruhi psikologis dari teman-teman," ungkap J.
Ketakutan itu, lanjut J, memengaruhi kesaksiannya dan para korban lainnya di persidangan.
"Untuk bersaksi itu sangat takut," kata J.
Sementara itu, korban lain berinisial S mengucapkan terima kasih kepada jajaran kepolisian dan kejaksaan karena telah menahan Julianto.
"Pelaku sudah ditahan kemarin. Dan itu sesuatu yang berarti dari kami. Sejak pelaku ditahan, kami merasa aman. Kami merasa adik-adik kami yang menjadi korban belum berani untuk bicara, hari ini mereka berani untuk mengungkap atau yang mereka sembunyikan," kata S.
Baca juga: Terdakwa Dugaan Kasus Kekerasan Seksual Sekolah SPI Baru Ditahan, Ini Penjelasannya
Kasus yang melibatkan Julianto bergulir sejak pertengahan 2021.
Saat itu, ada 21 alumni SMA SPI yang melapor menjadi korban kekerasan seksual Julianto saat masih duduk di bangku sekolah.
Para korban pun melaporkan kasus tersebut ke Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Jatim pada 29 Mei 2021.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait yang mendampingi para korban mengatakan, pihaknya telah mengumpukan keterangan dari siswa serta alumni yang tersebar di seluruh Indonesia.
Arist mengatakan, sekolah tersebut menyediakan pendidikan gratis untuk anak-anak dari keluarga miskin di Tanah Air.
"Peserta didik ini berasal dari berbagai daerah, dari keluarga-keluarga miskin yang seyogianya dibantu agar bisa berprestasi dan sebagainya. Tapi ternyata dieksploitasi secara ekonomi, seksual, dan sebagainya. Ada yang dari Palu, Kalimantan Barat, Kudus, Blitar, Kalimantan Timur, dan sebagainya," kata Arist, Mei 2021.
Menurut Arist, dugaan pelecehan seksual oleh Julianto dilakukan sejak 2009. Korban bukan hanya siswa yang masih sekolah, tapi juga alumni yang sudah lulus sekolah.