TANGERANG, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang menghentikan dua perkara melalui upaya restorative justice (RJ).
Adapun kedua kasus tersebut yaitu tindak pidana percobaan pencurian besi dan kasus tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Telah dilaksanakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice, sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan hasil ekspos perkara dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Republik Indonesia menyetujui permohonan tim JPU Kejaksaan Negeri Kota Tangerang terhadap dua perkara yang diajukan," ujar Kajari Kota Tangerang Erich Folanda kepada wartawan, Kamis (14/7/2022).
Erich menjelaskan, perkara pertama yaitu atas nama tersangka Ropian bin Narsudi. Perbuatan tersangka telah memenuhi unsur Pasal 363 ayat 1 ke-3 KUHP dan Pasal 53 ayat 1 KUHP, yaitu percobaan pencurian di dalam pekarangan seseorang.
Ropian ditetapkan tersangka setelah ketahuan mencuri potongan besi bekas di sebuah perusahaan.
"Jadi perusahaan sedang membangun, ada potongan besi mau diangkut tapi sudah ketahuan satpamnya. JPU berpendapat perkara ini telah memenuhi syarat untuk dapat dilaksanakan penghentian pendaftaran dalam pengadilan restoratif," jelas Erich.
Baca juga: Berjalan di Pinggir Rel, Seorang Pria Tersambar Kereta Api di Cikarang
Syarat yang memenuhi restorative justice ialah tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Kemudian, ancaman penjara bagi tersangka tidak lebih dari lima tahun karena dari uraian perbuatan tersangka merupakan percobaan pencurian.
Kemudian, alasan ketiga, nilai kerugian yang diakibatkan tersangka tidak lebih dari Rp 2,5 juta.
Baca juga: Polres Jakarta Barat Tangkap Ibu-ibu yang Jadi Kurir Sabu 9,5 Kg dari Jaringan Internasional
Diketahui, harga potongan besi bekas hasil percobaan pencurian itu hanya berkisar senilai Rp Rp 230.160 jika dijual di tukang loak.
"Yang keempat telah ada pemulihan kembali yang dilakukan oleh tersangka dengan pihak perusahaan, jadi kami mediasi karena pihak perusahaan menginginkan ada mediasi," kata Erich.
Akhirnya, pihak perusahaan memaafkan tersangka dan kemudian dibuat akta perdamaian.
Sementara itu, perkara yang kedua yaitu atas nama tersangka Rizki Frasiski.
Perbuatan tersangka telah memenuhi unsur Pasal 44 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atau Pasal 351 ayat 1 KUHP.
"Jadi tersangka di sini memukul istrinya karena kesal baru pulang kerja, kemudian istrinya mengadu ke ibunya, lalu ibunya lapor ke polisi. Hanya luka lecet dan memar," jelas Erich.