JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan bahwa Putri Candrawathi, istri tersangka pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, malu saat menjalani proses asesmen psikologis.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menyebutkan, kata-kata yang terucap dari mulut Putri hanya "malu".
"Memang yang terucap hanya itu, 'Malu mbak, malu'. Malunya kenapa kami enggak tahu," ujar Edwin saat ditemui di Kantor LPSK, Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (10/8/2022).
Baca juga: Asesmen terhadap Istri Ferdy Sambo Disebut Sudah Selesai, LPSK: Kami Tidak Bisa Lanjutkan
Berdasarkan pengamatan psikiater LPSK, Putri membutuhkan pemulihan mental.
"Psikiater bilang memang ibu P ini butuh pemulihan mental. Ibu P ini secara pribadi butuh penanganan dokter psikiater," kata Edwin.
Tidak hanya malu, Putri juga disebut menangis saat dimintai keterangan LPSK.
Dari asesmen yang berlangsung di kediamannya di Kompleks Pertambangan, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2022), LPSK belum mendapatkan keterangan yang signifikan karena Putri masih dalam kondisi terguncang.
“Sebetulnya belum ada apa pun yang kami peroleh, sempat yang disampaikan bahwa Ibu P malu untuk mengungkapkan,” kata Edwin Partogi dalam Sapa Indonesia Pagi, Rabu ini.
Baca juga: Istri Ferdy Sambo Masih Enggan Berikan Keterangan kepada LPSK
Saat proses asesmen tersebut, Edwin mengatakan, Putri juga lebih banyak diam.
“Lebih banyak diam, masih beberapa kali menangis. Sedikit informasi yang kami peroleh baik wawancara maupun intruksi tertulis, seharusnya pemohonan melakukan, itu juga tidak dikerjakan,” kata Edwin.
Proses asesmen berlangsung kurang lebih selama tiga jam.
Seperti diketahui, Polri menetapkan empat tersangka kasus pembunuhan Brigadir J. Mereka adalah mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat.
Keempat tersangka dijerat pasal pembunuhan berencana. Mereka disangkakan Pasal 340 subsider Pasal 338 jo 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.
"Penyidik menerapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55, 56 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau seumur hidup atau penjara selama-lamanya maksimal 20 tahun," ucap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Agus Andrianto dalam konferensi pers, Selasa, (9/8/2022).
Agus menyebutkan, keempat tersangka yang ditetapkan Bareskrim Polri memiliki peran masing-masing dalam pembunuhan.
Bharada Richard Eliezer atau Bharada E memiliki peran menembak Brigadir J. Sementara itu, Bripka RR dan Kuat turut membantu dan menyaksikan penembakan Brigadir J.
Sementara Ferdy Sambo adalah pihak yang memerintah Bharada E untuk menembak Brigadir J.
"Irjen Pol Ferdy Sambo menyuruh dan melakukan dan men-skenario seolah-olah terjadi tembak menembak (antara Bharada E dengan Brigadir J) di rumah dinas," tutur Agus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.