JAKARTA, KOMPAS.com - Hari ini, tanggal 17 Agustus, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan RI yang ke-77.
Berbagai perayaan dilakukan untuk menjadi pengingat bahwa ada perjuangan yang berat dan panjang dalam memperebutkan kemerdekaan.
Di balik itu, ada pula tempat-tempat yang menjadi saksi bisu perkembangan Indonesia dari masa ke masa, seperti Museum Kebangkitan Nasional.
Museum itu masih berdiri kokoh di Jalan Dr. Abdul Rahman Saleh No.26, Senen, Jakarta Pusat.
Lokasi museum itu tepat berada di pinggir jalan, tak jauh dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPA) Gatot Subroto.
Bangunan bersejarah yang berdiri tahun 1899 ini berada di atas lahan seluas 15.742 meter persegi.
Baca juga: Menengok Rumah Penculikan Soekarno-Hatta di Rengasdengklok
Sebelum dijadikan sebagai Museum Kebangkitan Nasional, gedung ini pada awalnya diperuntukkan sebagai sekolah kedokteran yang didirikan oleh Pemerintah Belanda.
Sekolah itu diberi nama School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) atau Sekolah Kedokteran Bumiputra.
Salah satu tokoh yang sempat mengeyam pendidikan di sekolah itu adalah Tjipto Mangoenkoesoemoe (Cipto Mangunkusumo).
"Kalau dari tokoh mungkin kita kenal adalah Dr Cipto Mangunkusumo. Itu adalah salah satu tokoh yang lulusan dari sini," ujar Humas Museum Kebangkitan Nasional, Zulfa Nurdina, Selasa (16/8/2022).
STOVIA memiliki catatan sejarah yang cukup panjang. Sekolah kedokteran itu merupakan penyempurnaan sistem pendidikan yang dahulunya diterapkan di Sekolah Dokter Jawa pada 1851.
Baca juga: Mengenal Djiauw Kie Siong, Pemilik Rumah Tempat Soekarno-Hatta Diculik di Rengasdengklok
Saat itu sekolah tersebut tergabung dengan Gedung Rumah Sakit Militer Weltevreeden atau Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
Namun dalam beberapa tahun ke depan, dewan pengajar memutuskan untuk memindahkan sekolah tersebut agar aktivitas belajar tak terganggu.
Kala itu, beberapa tenaga pendidikan yang tak lain merupakan warga negara Belanda dan pelajar Indonesia menjalani proses belajar mengajar di ruang terbuka.
Tampak tidak ada dinding yang membatasi antara kelas dan koridor. Kondisi bangunan kelas pada masa itu pun masih terlihat hingga gedung sekolah itu dijadikan Museum Kebangkitan Nasional.
"Jadi dulu orang belajar tidak ada dindingnya, terbuka saja. Mungkin dahulu tidak sebising sekarang," kata Zulfa.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.