JAKARTA, KOMPAS.com - Formula E Jakarta 2022 sudah berhasil digelar pada awal Juni lalu. Kegiatan itu tetap dilangsungkan meski ditentang kuat oleh PDI Perjuangan dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di DPRD DKI Jakarta.
Kini, ajang balap mobil listrik Formula E di Jakarta masih menyisakan polemik. Baru-baru ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lembaga antirasuah itu diketahui telah mengumpulkan keterangan dugaan korupsi Formula E sejak 4 November 2021.
Adapun kedatangan Anies ke KPK untuk dimintai keterangan terkait penyelidikan dugaan korupsi Formula E, yaitu seputar awal mula penawaran Formula E, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga keuntungan.
Baca juga: Antara Gelaran Formula E yang Tak Kunjung Diaudit dan Munculnya Tuduhan Malaadministrasi...
Tak lama setelah KPK memulai penyelidikan, lembaga antirasuah itu meminta keterangan dari Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) DKI Jakarta.
Lalu, pada 9 November 2021, mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto selaku anggota bidang hukum dan pencegahan korupsi Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta datang ke KPK.
Mereka menyerahkan berbagai dokumen terkait tahapan Formula E, mulai dari persetujuan hingga persiapan penyelenggaraan. Selain pihak Pemprov, KPK juga menggali keterangan dari Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi.
Politikus PDI Perjuangan itu merupakan salah satu yang melakukan rapat hak interpelasi terkait Formula E yang hanya didukung fraksi PDI Perjuangan dan PSI.
Namun, interpelasi itu justru berujung pada laporan ke Badan Kehormatan.
Prasetyo menyoroti mekanisme pembayaran commitment Formula E yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta menabrak aturan. Pasalnya, commitment Formula E sudah dibayarkan meski anggaran belum disahkan.
Baca juga: Diperiksa Terkait Formula E, Anies: Senang Sekali Bisa Kembali Bantu KPK...
Pada April lalu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan sedang mendalami mekanisme pembiayaan Formula E yang diduga melanggar ketentuan.
Salah satu di antaranya adalah aturan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang tidak memperbolehkan APBD digunakan untuk kegiatan bisnis.
Saat itu, KPK berupaya meminta keterangan dari pihak yang menerima transfer dari Pemprov DKI, yakni PT Jakarta Propertindo (Jakpro), badan usaha milik daerah yang ditugaskan menjadi penyelenggara ajang jet balap listrik darat ini.
Alex mengatakan pembiayaan kegiatan yang bersifat bisnis tidak bisa disokong dengan anggaran APBD. KPK telah mendapatkan informasi dari Pemprov DKI dan masukan Kemendagri.
“Harus bussiness to bussiness tidak bisa dibiayai dengan anggaran APBD itu,” ujar Alex.
Baca juga: Politisi PDI-P Sebut Formula E Bermasalah, Tak Ada Kantor Akuntan yang Mau Audit