JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Koalisi Ibu Kota) mengungkapkan bahwa kualitas udara Jakarta tergolong tidak sehat di 115 hari sepanjang Januari-Agustus 2022.
Perwakikan Koalisi Ibu Kota Bondan Andriyanu berujar, angka itu merupakan data Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang diambil dari situs lingkunganhidup.jakarta.go.id.
"Data DKI Jakarta, bukan data swasta, Januari-Agustus 2022 itu ada sekitar 115 hari tidak sehat," ujar Bondan, dalam peringatan setahun kemenangan warga dalam gugatan atau citizen lawsuit atas hak udara bersih, di sisi selatan Monas, Jakarta Pusat, Jumat (16/9/2022) siang.
Baca juga: Peringati Setahun Kemenangan atas Gugatan Hak Udara Bersih, Koalisi Ibu Kota Demo di Balai Kota DKI
Sementara itu, berdasarkan situs yang sama, sepanjang Januari-Desember 2021, ada 139 hari di mana kualitas udara di Jakarta tergolong tidak sehat.
"Dari Januari hingga Desember 2021 itu ada 139 hari (tergolong) tidak sehat," sebut Bondan.
Ia menilai, jumlah hari dengan kualitas udara tidak sehat tak mengalami banyak perubahan.
Padahal, dalam setahun kemenangan CLS, Pemprov DKI Jakarta seharusnya memperbaiki kualitas udara di Ibu Kota.
"Artinya, kemenangan warga negara yang sudah diputuskan hakim di tahun 2021 lalu itu belum membuat perubahan signifikan," tutur Bondan.
"Belum ada langkah nyata yang bisa kami lihat dari Pemrov DKI," sambung dia.
Baca juga: Kualitas Udara di Ibu Kota Dinilai Masih Buruk, Pemprov DKI Disarankan Lakukan Ini
Karena itu, Koalisi Ibu Kota meminta Pemprov DKI segera mengimplementasikan program yang dapat memperbaiki kualitas udara di Ibu Kota.
Bondan menyarankan Pemprov membuat produk hukum yang melibatkan masyarakat untuk turut memantau keberhasilan pengendalian pencemaran udara.
Selain itu, Koalisi Ibu Kota meminta Pemprov DKI memublikasikan hasil program pengendalian pencemaran udara, seperti uji emisi kendaraan bermotor atau kawasan rendah emisi (low emission zone).
"Data-data harus dibuka secara transparan. Masyarakat umum juga jadi tahu sehingga dicocokan dengan kebijakan apa yang diambil untuk mengontrol sumber-sumber tersebut," sebut Bondan.
"Jadi kami bisa melihat dengan mudah, (warga menilai) pengendalian berhasil karena ada kebijakan ini," sambung dia.
Baca juga: Setahun Pasca-kemenangan Gugatan Warga, Kualitas Udara di Jakarta Dinilai Belum Membaik
Untuk diketahui, gugatan warga negara atas hak udara bersih itu diajukan pada 4 Juli 2019.
Saat itu, sebanyak 32 warga negara menggugat sejumlah otoritas termasuk Pemprov DKI atas pelanggaran hak asasi manusia.
Dua tahun berselang, tepatnya 16 September 2021, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan negara melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Putusan itu menghukum tergugat IV, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, untuk menghitung penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di DKI yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan tergugat V, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dalam penyusunan strategi dan pengendalian pencemaran udara.
Atas putusan itu, Anies tak mengajukan banding.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.