JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis Roy Suryo dengan hukuman pidana sembilan bulan penjara dalam kasus meme stupa Borobudur.
Menggunakan akun Twitter pribadinya, @KMRTRoySuryo2, Roy Surya menyebarkan gambar stupa di Candi Borobudur yang sudah diedit menjadi wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada Jumat (10/6/2022).
Unggahan meme tersebut disertai dengan kalimat "Mumpung akhir pekan, ringan2 saja Twit-nya. Sejalan dengan Protes Rencana Kenaikan Harga Tiket naik ke Candi Borobudur (dari 50rb) ke 750rb yg (sdh sewarasnya) DITUNDA itu, Banyak Kreativitas NEtizen mengubah Salah satu Stupa terbuka yg Ikonik di Borobudur itu, LUCU, AMBYAR."
Majelis hakim menilai, walaupun bukan Roy Suryo yang membuat meme tersebut, kalimat unggahannya yang disertai gambar stupa dengan wajah Presiden Jokowi menyebabkan umat Budha merasa haknya dilanggar.
Adapun hak yang dilanggar adalah hak untuk merasa harmonis, aman, nyaman, antar-umat beragama.
Baca juga: Berharap Divonis Bebas, Roy Suryo Kecewa Vonis 9 Bulan Penjara
Majelis hakim yang diketuai oleh Martin Ginting menyimpulkan perbuatan pakar telematika itu dapat menyakiti dan menimbulkan rasa kebencian bagi umat Budha. Pasalnya, stupa tersebut merupakan hal sakral bagi mereka.
"Maka penggambaran yang tidak sesuai tersebut dapat menyakiti atau menimbulkan rasa kebencian bagi umat Budha. Karena rupa merupakan hal yang sangat sakral bagi umat Budha," kata Martin saat membacakan vonis persidangan, Rabu (28/12/2022).
Majelis hakim menyatakan Roy Suryo terbukti secara sah melanggar pasal 28 ayat 2 Juncto Pasal 45 A Undang Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE).
"Menyatakan terdakwa Roy Suryo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menyebarkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)," kata Martin.
"Terdakwa tidak mencerminkan dirinya sebagai tokoh masyarakat atau ahli telematika atau orang yang berlatar pendidikan tinggi yang memahami etika dalam bermedia sosial," lanjutnya.
Kondisi ini menjadi ironis mengingat Roy Suryo merupakan salah satu anggota tim yang menyusun rancangan UU tersebut pada tahun 2008.
Dalam pembacaan keputusan sidang, Martin Ginting menyebut sebagai pihak yang punya andil terhadap kelahiran UU ITE, Roy Suryo sepatutnya menyadari bahwa Presiden RI merupakan simbol negara yang tidak boleh sembarangan diedit wajahnya diberbagai tempat.
"Seharusnya pihak terdakwa mampu berpikir untuk tidak mempublikasikan hal tersebut sekalipun terdakwa bertujuan untuk mengkritisi rencana kenaikan harga tiket masuk Candi Borobudur," ujar Ginting.
Baca juga: Punya Andil Lahirkan UU ITE, Roy Suryo Malah Terjerat UU ITE
"Menimbang bahwa terdakwa turut andil atas kelahiran UU ITE, maka sepatutnya pihak terdakwa paham bahwa tujuan dari adanya UU ITE tersebut adalah untuk meminimalisir terjadinya tindakan-tindakan yang tidak terpuji dalam pemanfaatan teknologi informasi," lanjutnya.
Sebagai informasi, sebelum menjadi politisi, Roy Suryo aktif menjadi pengajar di beberapa perguruan tinggi seperti ISI dan almamater-nya UGM, menjadi narasumber seminar dan media massa, hingga menjadi ahli telematika, multimedia, dan IT.
Sebagai pakar telematika, Roy Suryo turut dilibatkan oleh legislatif dalam penyusunan naskah Rancangan UU ITE yang disahkan pada tahun 2008.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.