JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana penyesuaian tarif Kereta Rel Listrik (KRL) untuk masyarakat miskin dan kaya oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih jadi pembicaraan masyarakat.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mengatakan ada cara lain yang bisa menekan beban pemerintah untuk subsidi kewajiban pelayanan publik atau public service obligation (PSO).
Menurut dia, pemerintah bisa membedakan pengenaan tarif untuk hari kerja dan akhir pekan (weekend). Menurut survei yang dilakukan MTI pada, hanya 3-5 persen saja orang bekerja menggunakan KRL di akhir pekan.
"Pada kajian 2018, pengguna KRL di akhir pekan yang bekerja pada Sabtu hanya 5 persen dan Minggu hanya 3 persen. Lainnya adalah perjalanan sosial," tutur Djoko kepada Kompas.com, Senin (2/1/2023).
Djoko menyebutkan, dalam setahun itu setidaknya ada lebih dari 100 hari yang merupakan akhir pekan atau hari libur. Jika dikurangi subsidinya pada hari-hari tersebut, kata dia, bisa menghemat sepertiga subsidi dari total 365 hari setahun.
"Nah, subsidi sepertiga dari setahun ini bisa digunakan untuk subsidi angkutan umum first mile (ongkos dari rumah ke stasiun)," kata Djoko.
Saat ini, Djoko berpandangan, semurah apapun tarif transportasi massal, sebagian besar masyarakat masih merasakan biaya transportasi yang tinggi dari first mile atau pun last mile (ongkos dari stasiun ke tempat tujuan).
Survey Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenhub pada 2013, kata Djoko, pernah menyebutkan bahwa total ongkos transportasi yang dikeluarkan pengguna KRL masih 32 persen dari pendapatan bulanan mereka.
Baca juga: Tarif KRL Orang Kaya Lebih Mahal, Warga: Uang Tak Cuma buat KRL Saja
"Jadi, jangan fokus hanya pada tarif KRL, tetapi bagaimana kita merancang biaya transportasi bisa kurang dari 10 persen pendapatan bulanan," ujar Djoko.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan akan ada penyesuaian pada tarif KRL Commuter Line untuk orang-orang kaya agar subsidi bisa tepat guna.
Untuk keperluan penyesuaian tersebut Pemerintah berencana menggunakan data Kemendagri atau data terpadu di Kementerian Sosial dan menerbitkan kartu baru yang diterbitkan untuk membedakan profil para penumpang KRL.
"Jadi yang sudah berdasi, berdasi bukan apa-apa ya, tapi kemampuan finansial tinggi musti bayar lain, yang (tarif) average sampai 2023 kami rencanakan tidak naik," ungkap Budi beberapa waktu lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.