TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Wacana pemerintah mengenai penjualan elpiji 3 Kg hanya di penyalur resmi menuai beragam respons dari warga, termasuk warga Tangsel.
Mayoritas warga menolak kebijakan itu karena dianggap mempersulit masyarakat.
Bahkan ada warga yang menilai kebijakan itu dapat menyulitkan emak-emak untuk berutang. Beda dengan warung kecil, warga tidak bisa berutang jika mengambil gas elpiji di agen resmi.
Kemudian, jika kebijakan itu nantinya terlaksana, dikhawatirkan dapat melumpuhkan usaha warung-warung kecil yang tidak boleh lagi menyalurkan elpiji bersubsidi tersebut.
Pemerintah berencana melakukan penjualan elpiji 3 kg atau gas melon hanya pada penyalur-penyalur resmi.
Baca juga: Ramai-ramai Menolak Rencana Kebijakan Baru Beli Elpiji 3 Kg: dari Ruwet hingga Tak Bisa Ngutang
Aturan tersebut akan menyebabkan penyaluran atau penjualan pada tingkat pengecer, yakni warung kecil, tak diperbolehkan lagi. Masyarakat hanya dapat langsung membeli elpiji 3 kg di subpenyalur.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, rencana ini bertujuan agar data konsumen lebih akurat dan subsidi lebih tepat sasaran.
"Pencatatannya menggunakan sistem informasi, tidak manual. Nah, kalau dari subpenyalur itu bisa tepat sasaran, kita bisa mengatakan sistem itu lebih baik karena sampai langsung ke konsumen," kata Tutuka, dikutip dari Kompas.com, Senin (9/1/2023).
Menanggapi itu, warga Suka Bakti, Serua Indah, Ciputat, Tangsel, bernama Tuti (37) mengaku keberatan.
Tuti khawatir akan kesulitan mengutang di agen elpiji. Tak seperti di warung-warung kecil biasanya.
"Sudah nyari di agen, utang kagak boleh, kalau di warung masih bisa ngutang dulu. Biar kata di pangkalan ada, di warung harus tetep ada," kata Tuti saat ditemui, Senin (16/1/2023).
Baca juga: Agen Tak Setuju Elpiji 3kg Hanya Dijual Penyalur Resmi: Matiin Usaha Warung Kecil
Tuti menilai kebijakan itu hanya akan mempersulit warga dalam memperoleh elpiji 3 kg.
"Kalau lagi masak tiba-tiba gas habis, nasi belum matang bagaimana? Kita nyari gas, orang di rumah sudah kelaparan, pulang-pulang malah berantem yang ada, namanya orang laper kan galak," kata Tuti.
Tak hanya itu, Tuti juga protes soal rencana wajib menunjukkan KTP saat membeli elpiji 3 kg.
"Pakai KTP segala saya enggak setuju, kalau KTP burem kayak saya ntar ribet. Saya masak pakai apa nanti," jelas Tuti.