JAKARTA, KOMPAS.com - Muhammad Malik (35) memutuskan mengadu nasib ke Jakarta untuk menjadi pedagang kopi "Starbucks" keliling atau dikenal starling.
Dia enggan bekerja sebagai petani, seperti kebanyakan pemuda di kampung halamannya, Pamekasan, Madura, Jawa Timur.
Di awal perantauannya, Malik lebih dulu menjadi seorang juru parkir (jukir) di kawasan Blok M, Jakarta Selatan pada 2001.
Penghasilan yang ia peroleh sebagai juru parkir dapat mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarga yang berada di kampung.
Namun, tak lama merantau, Malik memutuskan kembali ke Pamekasan.
"Sebelumnya menjadi juru parkir di Blok M pada awal-awal tahun 2001, baru sampai setahun jadi tukang parkir, terus saya kembali lagi ke kampung," kata Malik saat dijumpai di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023).
Tak berlama-lama di kampungnya, Malik meminta restu kepada orangtuanya untuk mengadu nasib kembali di Jakarta pada 2002.
Saat itu, Malik berterus terang bahwa tujuannya ke Jakarta untuk berdagang kopi keliling.
Kepada Malik, orangtuanya berpesan jika tak ada penghasilan di Jakarta sebaiknya pulang ke kampung untuk bertani.
Baca juga: Klaim Pedagang Kopi Starling: Kami Hampir Ada 1.000 di Jakarta, Perantau dari Madura dan Tasikmalaya
"Mereka mendukung, tapi kalau memang di Jakarta enggak ada kerjaan lain, saya disuruh pulang dan diminta nyangkul," ujar Malik.
Bermodalkan restu itu, Malik mulai menekuni profesinya sebagai tukang kopi starling.
Dari satu tempat ke tempat lain, Malik mengayuh sepeda yang ia rakit sebagai moda transportasi saat berjualan.
Rupiah demi rupiah Malik kumpulkan agar bisa mengirimkan uang ke kampungnya.
Malik mengaku bahwa dia merantau ke Jakarta untuk menjadi pedagang kopi starling karena tak punya pilihan.
"Intinya saya terpaksa merantau ke Jakarta untuk mencari nafkah," ujar dia.