JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu warga Rorotan, Jakarta Utara, Ahmad Fauzi (51), menceritakan pengalamannya menjadi marbut selama 8 tahun terakhir ini.
Pria yang akrab disapa Aji itu bertugas menjadi marbut di Masjid Al-Khairiyah di Masjid Al-Khoiriyah, Jalan Sungai Kendal, Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.
Terdapat kisah menarik yang melatarbelakangi Aji menjadi seorang marbut, salah satunya berkat pinangan dari mendiang eks Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah.
Saat berbincang dengan Kompas.com, Aji juga tidak sungkan mengungkapkan gaji yang diterimanya sebagai seorang marbut.
Meski terlihat ringan dalam menjalani tugas, rupanya seorang marbut juga memiliki tanggung jawab yang besar, sama seperti profesi pada umumnya.
Baca juga: Rutinitas Aji Jadi Marbut Selama 8 Tahun, Tak Sekadar Bersih-bersih Masjid
Lalu, bagaimana kisah Aji sebagai seorang marbut?
Aji yang sebelumnya menjadi tukang kuli angkut di sebuah agen di Jalan Sarang Bango, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara itu menjadi marbut karena dipinang oleh Saefullah.
Saat itu, kata Aji, Saefullah tengah mencari marbut untuk mengurus masjid yang dia bangun dengan menggunakan biaya dari kantong sendiri.
Kata Aji, Saefullah sudah menawarkan ke pelosok warga Rorotan untuk menjadi marbut. Tetapi, tidak ada yang tergiur karena honornya disebut kecil, yakni Rp 500.000 untuk satu bulan yang bersumber dari kantong pribadi Saefullah.
Kendati demikian, Aji yang merupakan kepala rumah tangga untuk tujuh orang anak itu menerima tawaran Saefullah. Sebab, penghasilan menjadi tukang kuli angkut lebih kecil daripada yang ditawarkan menjadi marbut.
“Saya panggulnya borongan, dibayar harian. Satu hari Rp 50.000. Orang kan manggul capek, 50 kilogram paling enteng pada saat itu,” ungkap Aji saat ditemui Kompas.com di Masjid Al-Khoiriyah pada Senin (27/3/2023).
Baca juga: Keluh Kesah Aji Jadi Marbut, Gaji Naik hingga Rp 4 Juta tapi Makin Sering Dikritik
Meski Aji menerima tawaran tersebut, ia tetap memilih kuli angkut sebagai prioritas utama dan membuat kesepakatan dengan mendiang Saefullah.
Alhasil, Aji saat itu memiliki dua pendapatan dengan pekerjaan yang berbeda. Semuanya ia jalani dengan suka cita.
Suatu ketika, Aji mendapatkan pesan dari Saefullah yang menyuruhnya berhenti menjadi kuli angkut.
Saefullah juga menjanjikan kepada Aji bahwa ia akan mengusulkan ke Pemda DKI Jakarta agar marbut mendapatkan gaji resmi dari pemerintah.