JAKARTA, KOMPAS.com - Jidin, salah satu dari 14 pemilik rumah mewah di Taman Duren Sawit, Jakarta Timur, yang terdampak penggusuran pada Kamis (16/3/2023), mengungkapkan bahwa dirinya kaget saat mendapat surat permohonan pengosongan rumah secara sukarela dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur pada 3 Agustus 2021 lalu.
Surat permohonan pengosongan itu dilayangkan sebelum PN Jakarta Timur hendak melakukan eksekusi pengosongan.
"Tahun 2021, saya kaget tiba-tiba ada (surat) permohonan dari PN Jakarta Timur untuk kosongkan (rumah) secara sukarela," ungkap Jidin kepada Kompas.com di Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (27/3/2023).
Baca juga: Rumah Mewah di Duren Sawit Digusur karena Sengketa Lahan, Begini Duduk Perkaranya
Jidin menuturkan, surat itu juga menyatakan, Muhammad selaku pemilik lahan asal perumahan telah memenangkan perkara melawan pengembang Taman Duren Sawit, yakni PT Altan Karsaprisma.
Adapun Muhammad, kini sudah meninggal, menggugat PT Altan Karsaprisma pada 1995, dan memenangkannya pada 2006. Perkara ini ditangani oleh PN Jakarta Selatan.
Namun, karena Jidin dan 13 pemilik rumah yang terdampak gugatan itu telah memiliki Surat Hak Milik (SHM), mereka berkonsultasi dengan para pengacara.
"Konsultasi dengan para pengacara, dikatakan bahwa kami adalah pembeli beritikad baik," terang Jidin.
"Semua transaksi yang kami lakukan bukan di luaran, bukan penadah, bukan dengan yang statusnya tidak jelas. Semua transaksi yang dilakukan itu di depan notaris, PPAT," sambung dia.
Rumah tetap dirobohkan meski punya SHM
Jidin menceritakan awal mula ia terseret dan menjadi korban dalam permasalahan antara ahli waris Muhammad dengan PT Altan Karsaprisma.
Pada 2006, Jidin membeli rumahnya dari pemilik yang sebelumnya langsung membeli dari PT Altan Karsaprisma.
"Saya adalah pembeli kedua, blok F1 Nomor 8. Saya lakukan transaksi secara benar. Ada akta jual beli dan balik nama dengan status sertifikat hak guna bangunan (SHGB)," ungkap Jidin.
Baca juga: Dulunya Deretan Rumah Mewah di Duren Sawit, Kini Hanya Lahan Kosong
Lambat laun, Jidin sekeluarga memutuskan untuk membuat huniannya menjadi lebih indah.
Walhasil, ia mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMN) dan perizinan lainnya yang diperlukan untuk membangun ulang huniannya.
"Pada 2007, rumah saya jadi dua lantai. SHGB jatuh tempo pada 2014. Pada tahun itu saya perpanjang SHGB sekaligus meningkatnya jadi SHM," ujar Jidin.