JAKARTA, KOMPAS.com - Museum Sejarah Jakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Museum Fatahillah adalah salah satu museum ikonik yang terkenal di wilayah Jakarta Barat, tepatnya di tengah-tengah kawasan Kota Tua.
Museum yang dulunya merupakan Gedung Balai Kota pada era pemerintahan VOC di Batavia itu sering kali menjadi latar bagi wisatawan untuk berswafoto saat berkunjung ke Kota Tua.
Namun, Museum Sejarah Jakarta menjadi saksi bisu berbagai kisah mengerikan pada masa silam yang tidak banyak orang tahu, salah satunya arena hukuman gantung bagi penjahat.
Dalam buku Indrukken van een Totok, Indische type en schetsen, Justus van Maurik menuliskan sebuah cerita tentang hukuman gantung yang dilihatnya langsung di halaman stadhuis (kini menjadi gedung Museum Sejarah Jakarta).
Baca juga: 4 Aktivitas di Museum Fatahillah, Masuk Penjara Bawah Tanah
"Langit di luar masih gelap ketika saya terbangun oleh bunyi terompet kavaleri yang melewati Molenvliet. Ketika itu pukul 05.30…Saya jadi teringat pada pembicaraan semalam di societeit. Rencananya pukul 07.00 pagi ini seorang China bernama Tjoe Boen Tjiang akan dihukum mati karena beberapa bulan lalu merampok dan membunuh dua wanita,” demikian tulisan yang ada di dalam buku Indrukken van een Totok, Indische type en schetsen.
Van Maurik juga menggambarkan trem uap yang sepagi itu sudah sarat penumpang dari Kramat menuju Balai Kota Batavia demi menonton hukuman gantung.
Van Maurik menulis, ia bimbang saat baboe di mana ia tinggal selama di Batavia mengajaknya bergegas demi melihat hukuman gantung yang belum pernah ia lihat di tanah kelahirannya, Belanda.
Namun, akhirnya ia sampai juga di stadhuisplein, alun-alun balai kota. Di sana sudah banyak orang berkumpul, baik Eropa, Arab, Keling, Tionghoa, sampai pribumi.
Dalam jurnal yang ia tulis saat bertandang ke Batavia di akhir abad 19 itu, van Maurik benar-benar melukiskan semua kejadian yang baru pertama kali ia lihat secara detil.
Baca juga: Lautan Manusia di Kota Tua Jakarta Saat Momen Hari Raya…
Terjemahan bagian ini dimuat dalam Ketoprak Betawi – Intisari berjudul menonton Orang Dihukum Gantung.
Namun dalam buku aslinya, di mana ia menuliskan judul Een Executie pada awal kisah ini, memang tertulis jelas bagaimana van Maurik terkesima, bahkan “dihantui” oleh wajah Tjoe Boen Tjiang alias Impeh, orang yang dihukum gantung.
Van Maurik menuliskan secara rinci bagaimana ia mencari tempat agar bisa melihat proses eksekusi hukuman gantung itu dari dekat dan lebih jelas.
Ia menulis, “ ‘t Is een flinke knappe jonge man met een gunstig uiterlijk,” demikian sebagian dari kalimat yang ia tulis di halaman 179.
Kalimat itu menggambarkan bahwa si Impeh itu ternyata pemuda tampan dan tinggi besar.
Baca juga: 3 Syarat Masuk Museum Fatahillah, Dilarang Foto Pakai Flash
Si Impeh tak terlihat gentar menghadapi maut, ia bahkan sempat mengisap cerutu sebelum naik ke panggung kematian. Pakaiannya serba putih dengan kuncir diikat dengan pita merah.