Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Shendy Adam
ASN Pemprov DKI Jakarta

ASN Pemprov DKI Jakarta

Menyoal Migrasi Warga dan Data Kependudukan Jakarta

Kompas.com - 05/05/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“Jakarta Bukan Lagi Tujuan Migrasi”, demikian tajuk utama halaman satu Kompas, Kamis (4/5).

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021-2023, Litbang Kompas menemukan fakta bahwa kota-kota utama seperti Jakarta, tak lagi jadi tujuan utama migrasi. Sebagian besar migran bergeser ke daerah penyangga.

Masih dari data Susenas, Jakarta justru menjadi penyumbang terbesar migran ke daerah penyangga, yaitu Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

Separuh migran yang datang ke Depok berasal dari Jakarta. Sementara warga Jakarta yang ke Bekasi mencapai 87.700 jiwa atau 42 persen dari total migrasi ke kota ini.

Temuan ini cukup menarik. Mengacu data tersebut, seharusnya beban Jakarta berkurang seiring pindahnya warga. Namun yang terjadi tidak demikian. Jakarta masih menanggung beban yang tidak ringan.

Profil Migran Hasil Susenas 2021 oleh BPS membagi migran ke dalam dua kelompok.

Pertama, migran seumur hidup (lifetime migrant), yaitu penduduk yang tempat tinggal sekarang/saat pencacahan berbeda wilayah administrasi (provinsi atau kabupaten/kota) dengan tempat lahirnya.

Kedua, migran risen (recent migrant), yaitu penduduk yang tempat tinggal sekarang/saat pencacahan berbeda wilayah administrasi (provinsi atau kabupaten/kota) dengan tempat tinggalnya pada lima tahun yang lalu.

Definisi operasional dari dua migran tersebut tidak memperhitungkan aspek administrasi kependudukan secara legal formal.

Data didapat dari membandingkan jawaban atas pertanyaan lokasi tempat tinggal saat ini dengan tempat tinggal lima tahun lalu atau saat kelahiran.

Di sinilah letak masalahnya. Banyak warga Jakarta yang secara de facto pindah atau bermigrasi ke daerah sekitar, tetapi tidak mengurus dokumen kependudukannya (baca: KTP-el).

Konsekuensinya adalah, secara de jure mereka tetap menjadi penduduk Jakarta. Namun, dalam Susenas mereka terbaca sebagai warga yang bermigrasi ke luar Jakarta.

Hak-hak penduduk Jakarta tetap bisa mereka dapatkan. Termasuk sejumlah bantuan sosial seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Lansia Jakarta (KLJ), dan beragam program lainnya. Sehingga, migrasi keluar warga Jakarta tidak serta merta meringankan beban Jakarta.

Sampai kapan ini terjadi?

Pindahnya warga Jakarta ke daerah sekitar sejatinya bukan fenomena baru. Setidaknya sudah sejak 1990-an tren ini terjadi.

Hal ini terjadi karena proses konurbasi Jabodetabek. Konurbasi atau continuous urbanization adalah penggabungan suatu kota dengan kota di sekitarnya sehingga membentuk kawasan perkotaan yang lebih luas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kondisi Karyawan Selamat dari Kebakaran Saudara Frame, Salah Satunya Luka Bakar Hampir di Sekujur Tubuh

Kondisi Karyawan Selamat dari Kebakaran Saudara Frame, Salah Satunya Luka Bakar Hampir di Sekujur Tubuh

Megapolitan
Polisi: Ada Luka di Dada dan Cekikan di Leher Jasad Perempuan 'Open BO' di Pulau Pari

Polisi: Ada Luka di Dada dan Cekikan di Leher Jasad Perempuan "Open BO" di Pulau Pari

Megapolitan
144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

Megapolitan
Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Megapolitan
Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan Rupiah untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan Rupiah untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Megapolitan
Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik 'Saudara Frame' Tinggal di Lantai Tiga Toko

Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik "Saudara Frame" Tinggal di Lantai Tiga Toko

Megapolitan
Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Megapolitan
Sayur-mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya hingga Sarjana

Sayur-mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya hingga Sarjana

Megapolitan
Petugas Beberkan Sulitnya Padamkan Api yang Membakar Toko Bingkai Saudara Frame Mampang

Petugas Beberkan Sulitnya Padamkan Api yang Membakar Toko Bingkai Saudara Frame Mampang

Megapolitan
Polisi Ungkap Ada Karyawan Semprot Bensin untuk Usir Rayap Sebelum Kebakaran Saudara Frame Mampang

Polisi Ungkap Ada Karyawan Semprot Bensin untuk Usir Rayap Sebelum Kebakaran Saudara Frame Mampang

Megapolitan
Warga DKI yang NIK-nya Dinonaktifkan Bisa Ajukan Keberatan ke Kantor Kelurahan

Warga DKI yang NIK-nya Dinonaktifkan Bisa Ajukan Keberatan ke Kantor Kelurahan

Megapolitan
Jasad 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Dibawa ke RS Polri Kramatjati

Jasad 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Dibawa ke RS Polri Kramatjati

Megapolitan
Polisi Tangkap 3 Orang Terkait Penemuan Jasad Perempuan di Dermaga Pulau Pari

Polisi Tangkap 3 Orang Terkait Penemuan Jasad Perempuan di Dermaga Pulau Pari

Megapolitan
Nasib Apes Pria di Bekasi, Niat Ikut Program Beasiswa S3 Malah Ditipu Rp 30 Juta

Nasib Apes Pria di Bekasi, Niat Ikut Program Beasiswa S3 Malah Ditipu Rp 30 Juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com