JAKARTA, KOMPAS.com - Keterlibatan seorang jenderal bintang dua dalam peredaran narkoba patut jadi pelajaran berharga bagi instansi Kepolisian RI (Polri).
Seperti diketahui, Inspektur Jenderal Teddy Minahasa divonis bersalah dalam kasus peredaran narkoba oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Selasa (9/5/2023).
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai, keterlibatan Teddy Minahasa dalam kasus narkoba tak lepas dari kontrol dan pengawasan Polri yang lemah.
Baca juga: Saat Kompolnas Sebut Sosok Teddy Minahasa Sangat Berbahaya dan Harus Segera Dipecat dari Polri
Pasalnya, kasus serupa bukan hanya terjadi kali ini saja. Tak lama setelah kasusnya Teddy Minahasa, hal yang serupa juga terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur.
"Artinya memang kontrol dan pengawasan di pihak kepolisian terkait dengan keterlibatan personel dalam kejahatan narkoba masih sangat lemah. Makanya itu yang perlu ditingkatkan ke depan," Bambang, Kamis (11/5/2023).
Bambang berpandangan, ada hal yang lebih dari penting dari sekadar kontrol dan pengawasan, yaitu peraturan dalam institusi Polri itu sendiri.
Aturan yang dimaksud yakni Peraturan Polri Nomor 2 tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri.
Baca juga: Potret Kultur Siap Jenderal pada Kasus Teddy Minahasa Bikin Polisi Lebih Taat Atasan daripada Aturan
Dalam peraturan tersebut, jelas Bambang, pimpinan dari yang melakukan pelanggaran juga harus dimintai pertanggungjawaban.
"Fakta-fakta yang terjadi saat ini kan sanksi atau pertanggungjawaban atasan dari pelanggar tidak pernah tuntas, tidak pernah diselesaikan," papar Bambang.
Dengan kondisi seperti itu, kata Bambang, maka jangan heran apabila kasus narkoba yang melibatkan anggota di kepolisian akan terus berulang.
Menurut Bambang, aturan penyimpanan barang bukti narkoba perlu direvisi demi mencegah terjadinya penyalahgunaan oleh personel kepolisian.
Ia memandang, kasus peredaran narkoba yang menjerat Irjen Teddy Minahasa bisa menjadi contoh perlunya pembaruan aturan penyimpanan barang bukti narkoba.
Baca juga: Kasus Narkoba Teddy Minahasa, Pengamat: Kontrol dan Pengawasan Polri Sangat Lemah
Selama ini, ucap Bambang, ada dua lembaga yang mengatur tata kelola narkoba, yakni Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Direktorat Narkoba Bareskrim Polri, yang bertugas melakukan penegakan hukum.
"Tapi fakta-fakta yang terjadi saat ini kan BNN diisi oleh kepolisian. Pimpinan BNN diisi oleh kepolisian aktif, sehingga BNN seolah menjadi sub-ordinasi dari Polri," tutur Bambang.
Dia menyarankan agar barang bukti narkoba tidak dipegang penyidik polisi, melainkan diserahkan ke BNN.