Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Solider dan Budaya Antre dari Tukang Ojek...

Kompas.com - 22/04/2008, 18:05 WIB

BERSAMA empat rekannya, Kus (42), tampak santai menunggu penumpang, Selasa (22/4) sore. Di depan empat pria berprofesi tukang ojek ini berjejer lima sepeda motor. Semuanya tertata rapi. Beberapa menit kemudian, datang seorang karyawan Indofood Tower yang meminta Kus mengantarnya ke stasiun. Dengan gesit, pria kelahiran Tegal, Jawa Tangah, ini menghidupkan motornya dan membawa pelanggannya pergi.....

Tak tampak aksi rebutan penumpang seperti yang biasa terlihat pada beberapa tempat mangkal ojek. Masing-masing tukang ojek yang mangkal di Jalan Sudirman, tepatnya di depan Hotel Setia Budi, Jakarta, ini sabar menunggu giliran mengantar calon penumpang.

"Biasanya gitu mas. Kita pake antri. Jadi nggak berebutan, apalagi sampai berantem," ujar Kus seusai mengantar penumpangnya. Ia menuturkan sudah menjadi kesepakatan di antara mereka (tukang ojek) bahwa masing-masing harus tunggu giliran membawa penumpang. Pengecualian hanya untuk pelanggan tetap. "Kalau langganan biasanya mereka nggak mau kalau orang lain yang ngantar," ujarnya.

Meskipun demikian, Kus mengatakan bahwa tidak ada kecemburuan di antara rekan-rekan seprofesinya. Pasalnya, hampir setiap tukang ojek di lokasinya sudah memiliki langganan masing-masing.

Budaya antri di antara tukang ojek tersebut timbul dari kesadaran bahwa mereka adalah rekan seprofesi yang menggunakan area yang sama untuk mencari nafkah. Apalagi sebagian besar dari 15 tukang ojek yang biasa mangkal di tempat tersebut sudah berkeluarga.

Rasa senasib dan sepenangggungan inilah yang menumbuhkan rasa solidaritas yang tinggi di antara mereka. Biasanya, sambil menunggu giliran para tukang ojek itu saling bercengkerama satu sama lain. Beberapa di antaranya memilih duduk santai sambil mengamati ratusan kendaraan yang melintas di depan mereka. "Biasanya saya duduk di sini, sambil liat ke depan. Iseng aja liat yang cantik ha ha," ujarnya sambil tertawa.

Solidaritas dan kebersamaan yang tumbuh antara dirinya dan rekan-rekannya itulah yang membuat ayah dua anak ini lumayan betah jadi tukang ojek. Profesi ini sudah dimulainya sejak tahun 1996 lalu, setelah ia memutuskan berhenti dari perusahaan pembuat batako di daerah Sukabumi, Jawa Barat.

Munculnya perusahaan pembuat batako lain dengan teknologi yang lebih canggih di sekitar perusahaannya saat itu membuat keuntungan perusahaannya mulai berkurang. Demikian juga hasil produksinya. Akhirnya, lelaki yang sebelumnya juga sempat bekerja di perusahaan pembuar tas plastik di Bekasi, Jawa Barat, selama enam tahun ini memutuskan beralih profesi menjadi tukang ojek.

Pekerjaan yang awalnya cuma sebagai pelarian ini rupanya memunculkan kesenangan tersendiri baginya. Selain nilai kebersamaan yang ia rasakan bersama teman-teman seprofesinya, Kus juga merasa pekerjaan ini membuatnya merasa bebas. "Kan nggak ada yang ngatur. Terserah saya mau tidur atau apa, terserah saya," jelasnya.

Budaya tertib para tukang ojek di atas, terang Kus, juga membuat pihak kepolisian yang pada awalnya melarang keberadaan mereka di lokasi itu akhirnya 'luluh' juga. Karena dianggap tidak menciptakan kesemrawutan di jalan yang bisa menimbulkan kemacetan, Kus bersama belasan rekannya bebas 'menikmati hidup dan profesi' mereka.....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com