Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nama Saya Siti Juleha (Samaran Kapolsek)

Kompas.com - 01/03/2009, 11:05 WIB

Nama? ”Siti Juleha.” Usia? ”39.” KTP? ”Tidak bawa.” SIM? ”Tidak punya.” "Ya sudah, bayar dulu uang pendaftaran Rp 100.000." Perempuan yang mengaku sedang hamil tujuh bulan itu lalu menyodorkan uang yang diminta petugas. Siti diantar ke ruang USG untuk pemeriksaan kandungan.

Kamis (26/2) pagi itu, Siti hendak menggugurkan kandungannya di Klinik dr Abdullah di Kompleks Maisomette Blok B 20, Jalan Percetakan Negara II, Johar Baru, Jakarta Pusat.

Sambil mengulur waktu, Siti bercerita kepada petugas USG. Saat datang ke klinik, keadaan masih gelap, pintu pagar digembok, dan portal ditutup. Siti lalu mencari pintu masuk dari samping, tapi juga ditutup. Ia lalu ke Pasar Johar Baru yang cuma beberapa langkah dari klinik.

Pukul 05.00, Siti kembali ke klinik. Di pagar, Siti muntah-muntah. Saat itulah ia didatangi seorang pria yang keluar dari klinik. Petugas lalu membawanya masuk. Saat Siti mengakhiri ceritanya, seorang perempuan, Sriatun (35), melintas memandangi Siti.

”Perempuan ini seperti tak asing lagi buat saya,” kata Sriatun dalam hati. Sriatun bergegas naik ke lantai tiga, sementara itu Siti lewat telepon genggamnya memerintahkan seorang pria di seberang untuk mengerahkan aparatnya menggerebek klinik.

Di lantai tiga di ruang aborsi, Sriatun memberi tahu dr Agung Waluyo (59). ”Ada polisi! Kabur Dok!” teriak Sriatun. Agung pun kabur lewat genteng tetangga, tetapi gagal karena seorang reserse sudah menunggunya di sana. Siti Juleha, yang ternyata adalah Kepala Polsek Metro Johar Baru Komisaris Theresia Mastail, berlari ke atas menangkap Sriatun.

Seusai menggerebek, mengumpulkan barang bukti, dan memberi garis polisi di klinik, polisi memeriksa dan menetapkan Sriatun dan Agung sebagai tersangka kasus aborsi. Sriatun mengaku, awalnya klinik dengan belasan ranjang di lantai dua dan tiga ini adalah tempat praktik dr Abdullah. Setelah dr Abdullah tidak praktik lagi, klinik ini tetap menggunakan izin praktik dr Abdullah. Peralatan aborsinya pun peninggalan dr Abdullah.

Kedua tersangka mengaku sudah 10 tahun membuka praktik aborsi. Setiap hari klinik melayani sampai 10 pasien. Setiap pasien dikenai biaya Rp 2,5 juta-Rp 5 juta, tergantung usia kandungan. Klinik dibuka mulai pukul 05.00 hingga 10.00.

Hingga Sabtu kemarin, polisi telah menemukan dan mengumpulkan jaringan janin yang sudah terserak dan berbau busuk dalam lima botol. Jaringan janin tersebut ditemukan di klinik. Menurut rencana, polisi masih akan mencari jaringan janin lain di dua rumah Sriatun lainnya.

Theresia menduga, usaha aborsi Sriatun sudah menjadi jaringan sindikat karena sudah mengenal pembagian tugas. ”Saat mencari mereka, mobil saya ditabrak lari dari belakang,” jelas Theresia di kantornya, Sabtu (28/2) sore. ”Tetapi jangan harap teror seperti ini membuat saya takut,” lanjut mantan reserse Narkoba Polda Metro Jaya itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com