Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mimpi Buruk Moge pada Hari Ulang Tahun Si Bungsu Radit

Kompas.com - 17/06/2009, 07:08 WIB
KOMPAS.com — Motor gede yang gagah dan mahal pasti bernilai sekali bagi pemiliknya. Deru suara mesinnya saja bisa mendatangkan kebahagiaan dan kebanggaan di benak penggemar moge. Namun, sebandingkah hal itu ketika sosok moge meninggalkan trauma menakutkan di benak bocah-bocah ini?

Hari itu, Minggu, 24 Mei 2009, Raditya Fajar Adinawari genap berusia empat tahun. Kedua orangtua, kedua kakak laki-lakinya, dan sang kakek membawa Radit ke Puncak, Bogor, untuk berekreasi sekaligus merayakan hari ulang tahun bocah manis itu.

Mereka pun bersama-sama makan siang di restoran Rindu Alam, lalu singgah di kebun teh untuk mengajak Radit naik kuda. Hari itu semua anggota keluarga turut serta, sang ayah, Darmawan Edwin Sudibyo (51); ibu Radit, Dian Fara Oktarina (39) yang tengah hamil lima bulan; kedua kakak Radit, Geraldino Krisna Akbar (15) dan Muhammad Athaa (7); serta sang kakek, Syahrul Malik (75).

”Kami senang sekali sebenarnya hari itu,” kata Edwin.

Menjelang pukul 16.00, Edwin dan keluarga pulang kembali ke Jakarta melalui Jalan Raya Puncak. Seperti biasa, setiap hari Minggu, tepat pukul 16.00, polisi membuka jalan tersebut menjadi satu arah dari Puncak ke Jakarta.

Edwin pun melajukan mobilnya, Nissan X-Trail, di lajur kanan. Kondisi lalu lintas seperti biasa, macet. Tak berapa lama, dari arah belakang terdengar bunyi sirene vorrijder yang membawa konvoi moge di lajur kanan. Edwin pun berusaha mengarahkan mobilnya ke lajur kiri untuk memberi ruang lebih bagi konvoi. Setelah vorrijder dan konvoi lewat dan tak muncul lagi moge lainnya, mobil-mobil yang semula agak masuk ke lajur kiri kembali ke lajur kanan, begitu juga mobil Edwin.

Namun, rupanya masih ada rombongan moge yang tertinggal. Edwin bercerita, rombongan itu tertahan mobilnya. Namun, Edwin tak bisa pindah lagi ke lajur kiri karena kondisi jalan amat padat. Sejumlah peserta konvoi langsung memukuli mobilnya. Ketika Edwin membuka jendela mobil untuk bertanya mengapa mobilnya dipukul, sebuah bogem malah mendarat di pipi kanannya. Edwin dimaki dan diludahi. Pipi kanannya pun lebam.

”Ayah dipukul, diludahi. Pintu mobil ditahan, jadi enggak bisa keluar. Kita semua di dalam cuma bisa nangis. Adik-adik menjerit ketakutan banget,” cerita Akbar (15), putra sulung Edwin, Senin (15/6). Kemarin, kedua orangtuanya tengah ke Singapura dan baru kembali hari Rabu. Ketiga anak mereka yang tengah libur sekolah sementara tinggal bersama sang kakek di daerah Pondok Labu, Jakarta Selatan.

Trauma

Sang kakek, ayah mertua Edwin, Syahrul Malik, pun mengaku masih terbayang-bayang peristiwa itu. ”Saya cuma bisa istigfar. Sesak dada rasanya. Kasihan cucu-cucu saya semua ketakutan, nangis. Anak saya (istri Edwin) yang sedang hamil juga ketakutan sekali,” cerita Syahrul.

Menurut Syahrul, para peserta konvoi itu bisa melihat isi mobil, ada anak-anak dan perempuan hamil. Meski hanya berlangsung sekitar lima menit, kejadian menakutkan itu bak teror mental yang demikian membekas di benak anak-anak Edwin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com