Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarlen Handayani, Laboratorium Hidup dalam Sebuah Toko Buku

Kompas.com - 31/07/2009, 14:20 WIB

BUKU dan Tarlen tak bisa dipisahkan. Gadis ini mencintai buku karena dalam lembarannya berisi prinsip, inspirasi dan energi positif. “Itulah kecantikan yang sesungguhnya,” ungkap lajang kelahiran Bandung 30 Maret 1977 yang sukses membidani Toko Buku Kecil (Tobucil).

Sejak kecil sudah suka buku ?
Ya, orang tua jarang membelikan mainan. Tapi hampir setiap bulan, ayah mengajak saya dan saudara-saudara ke toko buku dan memperbolehkan kami memilih satu buku. Lama-lama koleksi buku saya lumayan banyak. Kebetulan tetangga sebelah rumah ada yang membuka penyewaan buku dan komik. Saya pikir, kenapa saya enggak bisa seperti itu?

Ketika masih duduk di bangku SD, saya mulai menyewakan buku dan komik kepada teman-teman. Lumayan, hasilnya bisa ditabung untuk membeli buku dan komik baru.
Nah, kegiatan menyewakan buku ini saya lakukan hingga SMA. Saya suka membawa komik atau buku ke sekolah untuk dipinjamkan kepada teman-teman. Repotnya kalau ada razia. Untung saya punya tempat rahasia untuk menyimpan komik-komik itu supaya enggak kena razia. Ha ha ha.

Apa istimewanya buku bagi seorang Tarlen?
Di dalam sebuah buku terdapat prinsip, energi positif dan inspirasi.

Sebagai wanita, Anda merasa cantik ketika bersinggungan dengan buku?
Ya. Menurut saya cantik adalah sesuatu yang muncul dari dalam, bukan hanya bisa dilihat tapi dirasakan dan mendapat inspirasi dari situ. Seperti yang saya rasakan ketika membaca buku.
Nah, kalau untuk figur publik, sekarang saya ngefans sama Michelle Obama, menurut saya dia sangat inspiratif. Saya sangat senang dengan orang yang bisa memancarkan hal-hal seperti itu.

Itu sebabnya Anda bikin toko buku?
Ceritanya, setelah lulus kuliah di Jurusan Jurnalistik Unisba (2001) saya bertemu dengan dua teman yang mempunyai keinginan yang sama untuk membuat sebuah toko buku. Secara kebetulan, ada teman di Milis Pasar Buku yang juga menawarkan kerjasama dengan kita.

Awalnya kami mengusung bendera Pasar Buku Bandung. Di tahun pertama, seorang teman mengundurkan diri karena dapat pekerjaan lain. Di tahun kedua, kerjasama dengan Pasar Buku pun berakhir dan kami mulai mengganti nama menjadi Tobucil. Omong-omong, modal membuat Tobucil ini sangat minim, Rp 1,5 juta hanya cukup untuk beli batako untuk membuat rak buku. Modal terbesar saya hanyalah pertemanan.

Selesai kuliah Anda memilih tak bekerja kantoran, orang tua enggak protes?
Orangtua saya sangat mendukung apa yang saya lakukan, dengan catatan tidak setengah-setengah.

Kenapa dinamakan Tobucil?
Prinsipnya bahwa setiap hal yang besar itu diawali dari hal yang kecil. Jadi, dari perubahan nama itu, kami juga sekaligus mengubah konsep. Tak hanya menjadi toko buku, tapi juga melakukan sesuatu yang sederhana untuk komunitas. Yang penting kontinuitas terjaga, dan siapapun yang datang dan ikut kegiatan kami bisa membawa pulang sesuatu yang berguna.

Apa saja kegiatan di Tobucil?
Koridor kegiatan utamanya adalah buku, hobi dan komunitas. Buku berhubungan dengan sifatnya yang updating pengetahuan. Hobi berhubungan dengan aktualisasi diri. Untuk hobi kami mempunyai acara tahunan bernama Crafty Day, untuk tahun ini akan diadakan pada tanggal 15 – 16 Agustus. Di acara ini, kami menghadirkan berbagai macam kerajinan tangan, tahun ini temanya mainan.
Sementara untuk komunitas bentuknya adalah klab. Tahun 2002, kami mulai membuat berbagai kegiatan dalam klab. Klab pertama yang kami buat adalah klab baca yang diadakan setiap Minggu sore.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com