Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironis! Dari 1.134 Ha, Lahan Mangrove Jakarta Hanya Tersisa 45 Ha

Kompas.com - 03/09/2012, 17:59 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Data Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta menunjukkan hingga tahun 1960 luas lahan hutan mangrove di pesisir utara Jakarta seluas 1.134 hektare (Ha). Sayangnya, pada tahun 2003, luas kawasan yang sama telah menyusut drastis menjadi hanya 233 Ha.

"Ironisnya, fakta terakhir, data tahun 2008 menyebutkan hanya 45 Ha lahan mangrove yang tersisa," kata Selamet Daroyni, Manajer Pendidikan dan Penggalangan Dukungan Publik, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dalam diskusi di Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (3/9/2012).

Ia menguraikan, praktis sebagian besar kawasan mangrove telah beralih fungsi. Lahan yang tersisa terbatas pada dua kawasan, yaitu Suaka Margasatwa Muara Angke seluas 15 Ha dan Green Belt Hutan Lindung seluas 30 Ha.

"Sisanya telah dialihfungsikan sebagai kawasan perumahan, lapangan golf, kondominium dan fasilitas lainnya," kata Selamet yang juga adalah Direktur Institut Indonesia Hijau.

Ia mengulas, apa yang dilakukan Pemprov DKI sebenarnya bertolak belakang dengan proyek perlindungan kawasan pesisir, yaitu Jakarta Coastal Defense Strategy (JCDS). Pasalnya, kehadiran hutan mangrove justru merupakan pelindung alami terhadap ancaman abrasi dan rob yang melanda Pantura Jakarta. Selain itu, kawasan mangrove juga menjadi ekosistem suaka margasatwa.

"Jadi, terasa aneh jika Gubernur justru mengizinkan pengalihfungsian, sementara itu proyek JCDS justru menguntungkan pihak pengusaha yang mengeksploitasi kawasan pesisir. Ini merupakan antitesis terhadap programnya sendiri," tandas Selamet.

Ia menjelaskan, sesuai dengan RUTR 1985-2005 dan masterplan, kawasan tersebut menjadi hutan lindung dan hutan wisata, sekaligus penyangga alami yang mencegah banjir di bandara Soekarno Hatta. Yang terjadi kemudian, kawasan pelindung telah terkikis hingga tinggal menyisakan dua titik, di Muara Angke dan Kapuk.

"Yang lainnya sudah dibersihkan akibat proyek pembangunan yang tak jelas arah dan boros ruang," lanjut Selamet.

Rentetan kebijakan alih fungsi lahan dan peruntukan lahan pesisir untuk kegiatan industri dan properti tersebut telah berdampak terhadap menurunnya daya dukung lingkungan, khususnya ekosistem. Kondisi ini kemudian memicu bencana ekologis yang lebih masif.

Banjir akibat curah hujan tinggi maupun banjir rob sering terjadi di kawasan utara Jakarta. Putusnya jaringan jalan Tol Sedyatmo beberapa tahun lalu, disebut Selamet, sebagai imbas dari pembabatan lahan mangrove di sekitarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com