Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Lanud Halim Jadi Markas Pengiriman Uang

Kompas.com - 15/11/2012, 11:17 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Seiring kemajuan zaman, dunia dirgantara di Indonesia terus mengalami perkembangan. Segala informasi baik sejarah atau seluk-beluk pertahanan udara Indonesia, layak mendapat perhatian lebih. Dengan demikian, diharapkan muncul bibit-bibit baru yang kelak akan jadi pelaku sejarah dirgantara di Indonesia.

Semangat tersebut lah yang menjadi dasar TNI Angkatan Udara (AU) membangun 'Museum Lapangan Udara Halim Perdanakusuma'. Museum yang bertempat di area Base Ops, dekat landasan, dipastikan akan membawa pengunjungnya mengudara menjelajahi sejarah panjang dunia penerbangan serta bertemu tokoh yang menjadi bagiannya.

Kompas.com pun berkesempatan berkunjung ke museum yang diresmikan langsung oleh Kepala Staf TNI angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat pada 9 April 2012 lalu itu. Didampingi langsung oleh Danlanud Halim Perdanakusuma Marsekal Pertama TNI A Adang Supriyadi, satu per satu ruangan museum itu pun dijelajahi.

Memasuki ruangan museum yang pertama, pengunjung langsung disuguhi atraksi pesawat terbang yang diabadikan melalui rangkaian foto. Salah satunya mengungkap fakta menarik bahwa pada masa kepemimpinan Presiden Ir Soekarno, Lanud Halim Perdanakusuma pernah bernama Lapangan Oedara Tjililitan.

"Dulu di sini tempat ngirim duit ke daerah-daerah di Indonesia, khususnya bagian timur. Karena kan pabrik uang di sini, lalu dikirim lah melalui pesawat Dakota pada zaman itu," ujar Danlanud sambil menunjuk salah satu foto yang bergambar sebuah pesawat tengah mengangkut kargo.

Adang menuturkan, di dalam museum yang terdiri dari lima ruangan pameran itu terdapat lebih dari 600 foto sejarah yang telah melalui proses perbaikan kualitas atau repro. Foto-foto tersebut sebelumnya hanya tersimpan di dalam sebuah album dengan sampul usang dan berdebu.

Setelah membuka album tersebut, satu lembar foto membuat Adang terperanjat. Sosok proklamator negara Indonesia, Ir Soekarno tampak menuruni tangga pesawat jenis Jetstar 100 dengan gagahnya. Mengenakan setelan safari khasnya, Bung Karno tampak berkharisma dikawal staf dan disambut prajurit yang telah berbaris di ujung tangga pesawat.

Setelah puas menyaksikan kharisma Bung Karno beserta momen-momen bersejarah lainnya, pengunjung bisa melanjutkan jelajah museum ke ruangan kedua. Satuan udara atau yang disebut Skuadron TNI AU Halim Perdanakusuma menjadi atraksi yang memanjakan mata pengunjung.

"Ada foto Skuadron TNI AU kita dari masa ke masa. Ada Skuadron Udara 02 untuk angkut ringan, Skuadron Udara 021 pemeliharaan, Skuadron Udara 31 untuk angkut berat, Skuadron Udara 71 untuk VVIP pesawat dan Skuadron Udara 45 VVIP helikopter," terang Adang.

Flight Simulator dan Mini Theater di museum yang dapat dikunjungi secara gratis oleh kelompok, baik keluarga besar atau anak-anak sekolah tersebut, terdapat dua ruangan yang menjadi primadona museum. Yaitu ruangan flight simulator dan mini theater.

Di ruangan flight simulator, pihak Lanud Halim menyediakan sebuah instalasi yang dirancang layaknya kabin pesawat, lengkap dengan konsol tuas dan pedal. Sebuah layar lebar tersambung dengan instalasi tersebut, seakan pengunjung yang mengendalikan konsol benar-benar tengah menyetir sebuah pesawat.

"Ada pilihan pesawatnya juga, mau pakai pesawat apa. Kalau sekarang saya pilih pakai pesawat Cessna. Karena lebih mudah, lebih kecil," ujar Adang.

Setelah puas bermain dengan simulator pesawat terbang, pengunjung dapat santai sembari menikmati film dokumenter yang bercerita tentang digdaya dirgantara, baik dalam negeri atau pertahanan udara milik Amerika Serikat. Dengan teknologi suara yang menggelegar, membuat jantung berdebar melihat manuver pesawat yang nyaris bertabrakan satu sama lain.

Untuk menjelajahi dunia dirgantara Indonesia, khususnya sejarah Halim Perdanakusuma, pengunjung disarankan untuk datang bersama kelompok dan mendaftarkan terlebih dahulu melalui Penerangan Halim Perdanakusuma. Untuk biaya, pengunjung hanya memikirkan akomodasi sendiri karena untuk masuk ke museum tersebut tak dikenakan tarif alias gratis.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com