Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada! Rampok Teror Jakarta Timur

Kompas.com - 20/02/2013, 10:10 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat yang beraktivitas di wilayah Jakarta Timur, harus meningkatkan kewaspadaannya terhadap tindak kriminalitas. Sebab, aksi perampokan beberapa hari terakhir, tampaknya menjadikan Jakarta Timur sebagai sasaran empuk pelaku beraksi.

Data dari pemberitaan Kompas.com dari kurun Januari 2013 hingga kini, tercatat telah terjadi 16 kali pencurian disertai aksi kekerasan yang terjadi di Jakarta Timur. Dari jumlah itu, hanya tiga kasus yang pelakunya tertangkap. Bahkan, dalam kurun itu, pada Jumat (15/2/2013) terdapat tiga kali perampokan. Dari 16 kali aksi perampokan tersebut, para pelaku yang seluruhnya berkelompok cenderung tak kenal kata tega pada korbannya.

Jika pelaku merasa tersudut atas tingkah korban, pelaku tak segan-segan melukai korbannya. Terlebih, para pelaku kebanyakan mempersenjatai diri dengan berbagai macam alat, mulai dari pistol hingga parang. Tercatat, dari 16 perampokan, 7 di antaranya mengakibatkan korban luka. Sebanyak 1 kasus dibacok, 5 kasus ditembak dan 1 kasus dibacok dan ditembak. Beruntung tak ada korban jiwa.

Ironisnya, dari jumlah tersebut, kebanyakan aksi perampokan terjadi di siang hari. Tercatat 9 kali aksi perampokan dilakukan pada siang hari, yaitu antara pukul 10.00 WIB dan pukul 12.00 WIB, sebanyak 5 kasus perampokan terjadi malam hari antara pukul 21.00 WIB dan pukul 00.00 WIB. Sebanyak dua kasus terjadi antara pukul 03.00 WIB dan 05.00 WIB.

Kurang Patroli, Kurang Kepercayaan

Kriminolog dari Universitas Indonesia, Thomas Sunaryo mengungkapkan, terdapat dua pemicu mengapa aksi perampokan marak terjadi di Jakarta Timur. Pertama, wilayah yang luas dan bersinggungan dengan perbatasan. Kondisi itu memiliki keterkaitan dengan faktor kedua, yakni lemahnya pengawasan aparat keamanan pada daerah-daerah tertentu, terutama yang rawan.

"Patroli kontrol petugas sepertinya longgar, apalagi sebagian besar penghuninya adalah warga menengah ke bawah," ujarnya.

Thomas mengatakan, beberapa kasus yang menjadi trend yakni merampok nasabah bank. Menurut dia, kondisi itu bisa terjadi lantaran kepercayaan masyarakat kepada kepolisian rendah. Kondisi ini lah yang menjadi celah bagi pelaku perampokan leluasa menjalankan aksinya lantaran tingkat risiko tertangkap, minim. Meningkatkan kepercayaan masyarakat melalui pelayanan, penyuluhan dan sosialisasi tentang adanya jasa pelayanan bagi mereka yang membutuhkan adalah salah satu kunci aparat kepolisian menjaga titik rawan aksi kriminalitas.

Masyarakat Nekat

Menanggapi hal tersebut, Kepala Subbagian Humas Kepolisian Resort Metro Jakarta Timur, Komisaris Didik Haryadi mengatakan, petugas kepolisian tengah melakukan penyelidikan pada rentetan perampokan yang terjadi di wilayah hukumnya. Penyelidikan tersebut pun melibatkan pihak lain.

Didik memprediksi, para perampok yang beraksi di wilayah hukumnya terdiri dari profesional yang telah merencanakan aksinya jauh-jauh hari. Hal tersebut dapat dilihat dari modus serta pola kejahatannya yang cenderung rapi. Diduga, rentetan perampokan tersebut pun dilakukan oleh kelompok pelaku yang sama.

"Tentunya bisa dikatakan mereka orang-orang-orang yang sama kalau dilihat modusnya. Dan pastinya orang profesional," ujarnya.

Terkait longgarnya pengawasan kepolisian pada titik rawan, Didik membantahnya. Menurut dia, petugas kepolisian telah maksimal menjalankan patroli di titik-titik rawan kejahatan. Masalahnya, kata Didik, intensitas komunikasi antara masyarakat dan petugas kepolisian sangat rendah. Itulah sebabnya, mereka yang mengambil uang dalam jumlah besar, nekat tak memakai pengawalan hingga akhirnya berujung pada aksi perampokan.

"Kan kalau sudah kejadian, kami lagi yang disalahkan. Padahal bagi mereka yang melakukan penyetoran uang dalam jumlah besar, bisa meminta pengawalan polisi, gratis," ujarnya.

Jika ada polisi yang meminta uang dalam upaya pengamanan, kata Didik, agar melaporkannya ke kantor polisi terdekat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com