Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Berang, Jaksa Pun Coba Berkelit

Kompas.com - 28/02/2013, 09:58 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Haryono, hakim ketua dalam sidang kasus tawuran antara siswa SMA Negeri 70 dan SMA Negeri 6, berang. Pasalnya, tidak ada saksi yang dapat memberikan keterangan memuaskan saat sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/2/2013) sekitar pukul 16.30 WIB.

Di akhir persidangan, Haryono mengingatkan agar pada proses sidang lanjutan yang akan digelar pada Rabu (6/3/2013) pekan depan, jaksa dapat menghadirkan saksi mata yang memang benar-benar mengerti seputar kasus tawuran maut tersebut.

"Untuk efisiensi waktu, tolong saksi disaring lagi. Jangan seperti ini. Karena mengingat waktu, Rabu padat lagi. Tolong seleksi yang lebih mengerti," kata Haryono kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arya Wicaksana.

Menanggapi hal tersebut, Arya langsung merespons bahwa pihaknya sebenarnya akan menghadirkan delapan saksi. Namun, pada akhirnya hanya empat yang menyatakan bersedia memberikan keterangannya.

"Sebenarnya totalnya ada delapan yang akan dihadirkan. Mereka inilah yang keterangannya cukup kuat dalam mengetahui kasus ini," kata Arya kepada Haryono.

Seperti diberitakan sebelumnya, empat saksi yang dihadirkan terdiri dari dua petugas minimarket Seven Eleven Bulungan, yaitu Muhammad Subekti dan Darajat; serta dua siswa SMA Negeri 6 yang terlibat dalam tawuran, yaitu Farouk Habibullah El Hasan dan Rahmadan Dimas. Keempat saksi tersebut memberikan keterangan yang lemah serta berbelit-belit dan tidak ada yang secara meyakinkan dapat menjelaskan seputar tewasnya Alawy Yusianto Putra, siswa SMA Negeri 6.

Bahkan, ketua tim kuasa hukum dari Fitra Ramadhani, terdakwa kasus ini, yaitu Nazaruddin Lubis, juga sempat mengeluarkan pernyataan yang menyinggung jaksa saat sesi keterangan dari Muhammad Subekti, salah satu saksi.

"Saudara dalam sehari dari parkir dapat berapa? Nanti minta ke Pak Jaksa ya karena Anda tidak tahu apa-apa, tetapi dihadirkan jadi saksi," ujar Nazaruddin.

Seperti diketahui, insiden tawuran antara SMA Negeri 70 dan SMA Negeri 6 pada 24 September 2012 di Jalan Bulungan dan Jalan Mahakam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, terjadi sekitar pukul 12.30 WIB.

Kronologi awal untuk kasus ini bermula saat Fitra bersama teman-temannya sedang berada di warung rokok tidak jauh dari sekolah mereka. Namun, secara tiba-tiba dari arah bundaran Bulungan terdengar teriakan keras kalau sudah ada siswa SMA Negeri 6 di tempat tersebut.

Mendengar teriakan tersebut, sejumlah siswa SMA Negeri 70 langsung berkumpul. Mereka kemudian berjalan menuju ke arah bundaran Bulungan tempat sejumlah siswa SMA Negeri 6 telah menunggu mereka. Namun tidak lama kemudian, rombongan siswa SMA Negeri 6 terlihat kocar kacir melarikan diri dari arah bundaran Bulungan menuju Jalan Mahakam dan dikejar rombongan dari SMA Negeri 70. Diduga, mereka sempat terlibat bentrokan awal di seputar bundaran Bulungan.

Di Jalan Mahakam inilah bentrokan kedua terjadi. Alawi yang sebelumnya tidak ikut bentrokan pertama, karena hanya duduk-duduk di sebuah warung di jalan tersebut, akhirnya terlibat sampai akhirnya tewas akibat sabetan arit oleh Fitra.

Berita terkait, baca:

TAWURAN PELAJAR MEMPRIHATINKAN

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com