Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/04/2013, 16:55 WIB
Norma Gesita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum siswi korban pelecehan seksual berinisial MA meminta masyarakat dunia maya tidak memojokkan dan mengintimidasi korban lewat internet. Intimidasi itu telah membuat siswi SMA Negeri 22, Jakarta Timur, itu menjadi trauma.

Salah satu kuasa hukum MA, Bambang Sri Pujo mengatakan, setelah berita tentang pelecehan seksual terhadap MA itu mencuat di media massa, berbagai tanggapan muncul di situs jejaring sosial mengenai kasus tersebut. Banyak yang menyatakan simpati terhadap korban, tetapi tak sedikit pula yang sengaja mengintimidasi MA.

Bambang mengatakan, intimidasi itu telah membuat kondisi psikologis korban terganggu dan semakin membangkitkan trauma atas pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 22 Jakarta Timur.

"Contoh intimidasinya, ya, berupa perkataan menyakitkan dan ancaman", tutur Adi P Simbolon, kuasa hukum MA, seusai menemani MA dalam pemeriksaan di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Senin (1/1/2013) siang.

Hingga kini polisi telah memeriksa belasan saksi terkait masalah ini. Namun, polisi belum menetapkan tersangka atas kasus tersebut. Kuasa hukum korban berharap polisi segera menetapkan terlapor sebagai tersangka dalam pekan ini. "Oleh karena itu, kami meminta dukungan pada para wartawan serta masyarakat, termasuk masyarakat dunia maya agar kasus ini cepat selesai," kata Bambang.

MA melaporkan T, guru sekaligus Wakil Kepala SMA Negeri 22, Jaktim, karena telah memaksanya melakukan seks oral sebanyak empat kali. Kejadian pertama dilakukan satu kali pada Juni 2012 di salah satu tempat wisata di Jakarta Utara. Tiga kejadian lain berlangsung pada Juli 2012, masing-masing di tempat yang sama saat kali pertama, di Bogor, dan di rumah T di Bekasi.

Sang guru, kata MA, selalu menyertai aksi bejat dengan sejumlah ancaman, antara lain akses mendapat ijazah dipersulit dan nilai jelek untuk ujian nasional. T memperlakukan MA layaknya wanita bayaran. Seusai memaksa seks oral, pelaku menurunkan korban di tepi jalan dekat rumah dan memberi uang Rp 50.000 untuk ongkos pulang. MA yang tak bisa berbuat banyak terpaksa menerima dan memilih memendamnya dalam hati.

Terungkapnya kasus tersebut bermula saat MA sudah tak tahan lagi untuk menceritakan aibnya. Seorang guru berinisial Y pun menjadi tempat curhat pertamanya. Y kemudian berkoordinasi dengan keluarga korban dan akhirnya mereka memberanikan diri melaporkan aksi amoral pelaku ke Polda Metro Jaya pada 9 Februari 2013.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com