Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/04/2013, 20:49 WIB
Norma Gesita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ambarikma Lukitawati (50) melipat dan meletakkan koran di atas meja kerjanya setelah membaca beberapa berita menarik di sana. Berita olahraga, entertainment, dan berita yang tidak menarik minatnya saat ini ia lewatkan begitu saja.

Koran tersebut telah terlipat rapi dan berita yang ia baca tadi tidak berada di halaman depan. Namun, otaknya sampai saat ini terus mencerna berita tersebut karena ulasannya sangat menyita perhatian, terutama untuk seorang guru seperti dirinya. Ia tak habis pikir, mengapa kasus pelecehan seksual bisa terjadi di lingkungan sekolah, apalagi sekolah negeri.

Bertahun-tahun menjabat sebagai guru bimbingan dan konseling (BP/BK) di SMA Negeri 58 Jakarta, ia tidak pernah menemukan kasus seperti itu. Paling hanya tumpukan kasus siswa yang telat berulang kali. Pagi itu hanya ada dirinya dan satu orang guru lagi di ruang BP/BK. Biasanya, siswa kerap mampir ke ruang BP/BK untuk sekadar mencurahkan perasaan kepada mereka.

"Murid-murid lagi pada ujian. Biasanya sih ada saja yang datang kemari untuk curhat segala macam," katanya saat ditemui Kompas.com di ruangannya, Rabu (3/4/2013).

Memang para siswa di sekolah ini senang sekali curhat ke guru BP/BK termasuk pada Ambar yang menjadi salah satu guru BP/BK favorit di sana. Ia sama sekali tak keberatan mendengarkan berbagai keluhan siswa. Menurutnya, tugas guru bukan hanya membimbing, melainkan juga harus menjadi teman bagi para siswa. Wanita setengah baya ini berpendapat, kasus pelecehan seksual yang terjadi pada salah satu murid SMA di Jakarta turut mencoreng citra para guru.

"Terlepas si pelaku dinyatakan bersalah atau tidak secara hukum, dia harus tetap diberi sanksi moral, biar kapok!" ujarnya.

Sebagai orang yang mendedikasikan hidupnya di bidang pendidikan, Ambar menjadi salah satu dari banyak guru yang mengikuti perkembangan kasus pelecehan seksual di sekolah tersebut. Ia menyatakan, orangtua harus selalu membangun komunikasi dengan anaknya. Demikian halnya dengan guru karena guru merupakan orang tua kedua bagi murid. Jika hubungan antara orangtua dan anak dekat, tentu si anak tidak akan tutup mulut saat terjadi masalah dengan dirinya. Dengan begitu, masalah pada anak akan cepat teratasi sebelum menjadi terlalu besar.

"Kalau di sini, masalah kecil saja bisa langsung diadakan konferensi kasus. Pihak yang bersangkutan, guru, staf, dan orangtua murid dikumpulkan," katanya.

Sebagai seorang guru, Ambar sadar bahwa ia tidak boleh menutup mata pada kejadian-kejadian seperti ini. Meskipun suasana tenang selalu menghiasi sekolahnya, tidak menutup kemungkinan ia akan menghadapi kasus berat yang menimpa muridnya di kemudian hari.

Untuk mencegah hal itu terjadi, ia selalu berusaha untuk terus dekat dengan para muridnya dan berusaha tidak menghakimi saat mereka melakukan kesalahan. Ia pun berharap guru-guru lain juga berusaha maksimal demi terciptanya hubungan harmonis antara guru dan murid.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com