Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Busway di Pondok Indah, Jokowi Baiknya Ajak Dialog Warga

Kompas.com - 10/06/2013, 08:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Protes warga di lima RW di Perumahan Pondok Indah, Kelurahan Pondok Pinang, Jakarta Selatan, menunjukkan buntunya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Padahal, penataan kota, termasuk penetapan aturan tata ruang, seharusnya merupakan hasil kesepakatan antara warga dan pemerintah.

Ahli tata kota dan pengamat masalah perkotaan, Suryono Herlambang, Minggu (9/6/2013), meminta Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ingat bahwa warga memilihnya karena percaya Jokowi selalu bisa diajak berdialog.

Jika memang tidak ada jalan lain, tambah dosen Universitas Tarumanagara ini, mestinya warga diberi tawaran insentif sebagai ganti rugi akibat pembangunan. Insentif bisa bermacam cara, mulai dari keringanan pajak, pembuatan ruang terbuka hijau, hingga jaminan rekayasa lalu lintas sehingga terhindar dari macet di depan rumah.

Kawasan Pondok Indah adalah bagian dari Kelurahan Pondok Pinang yang selama ini telah memiliki jalan kolektor utama, yaitu Jalan Ciputat Raya. Jalan ini menghubungkan kawasan Terminal Lebak Bulus-Tanah Kusir-Pasar dan Stasiun Kebayoran Lama.

Pada 1990-an, Perumahan Pondok Indah dibangun. Sebuah jalan permukiman lebar dibangun di tengahnya yang disebut Jalan Arteri Pondok Indah. Di sini pula berdiri Mal Pondok Indah. Jalan arteri ini kemudian menjadi jalan utama, bahkan ruas ini juga dipilih sebagai jalur khusus bus saat Pemprov DKI Jakarta membangun jaringan bus transjakarta.

Kini, kondisi Jalan Ciputat Raya kurang terurus. Di kanan dan kiri jalan nyaris tidak dijumpai trotoar. Ruas kolektor utama ini baru cenderung terawat setelah mendekati kawasan Tanah Kusir dan Kebayoran Lama.

Di sisi lain, pembangunan kawasan untuk fungsi komersial di Perumahan Pondok Indah terus berkembang. Dalam peta Rencana Detail Tata Ruang yang hingga kini masih dibahas dan belum ditetapkan, Pondok Indah masih didominasi warna kuning atau perumahan.

Namun, areal berwarna ungu yang berarti kawasan perdagangan, perkantoran, dan jasa malah meluas, bukan hanya di sekitar Mal Pondok Indah, melainkan juga di sudut-sudut lain kawasan permukiman. Belum lagi peruntukan kawasan campuran yang ditandai dengan warga kuning tua atau jingga yang hampir merata di sepanjang Jalan Arteri Pondok Indah dan Jalan Ciputat Raya.

Bayar pajak tinggi

Perubahan-perubahan tersebut diyakini Suryono terjadi begitu saja. Hal ini dibenarkan Ricky Lestari, warga Pondok Indah yang turut memprotes perkembangan pembangunan di sana.

Menurut Ricky, warga Pondok Indah termasuk pembayar Pajak Bumi dan Bangunan tertinggi di Jakarta. Mereka berharap tinggal di lokasi hunian yang aman dan nyaman. ”Harus ada keadilan,” katanya.

Terkait protes warga Pondok Indah, Pemprov DKI Jakarta, melalui Kepala Dinas Tata Ruang Gamal Sinurat, menyatakan, tidak ada penyalahgunaan peruntukan di kawasan itu.

Akan tetapi, arsitek lanskap Nirwono Joga berpendapat, jika proyek pembangunan mal atau pusat niaga berdampak pada munculnya kemacetan baru, berarti ada kesalahan dalam analisis dampak lingkungan proyek itu.

Suryono menilai, terjadi paradoks dalam kebijakan yang ditelurkan Pemprov DKI saat ini. Di satu sisi, ada dana besar yang dikucurkan untuk proyek perbaikan kampung dengan harapan kampung menjadi lebih baik dan tertata. Di sisi lain, perumahan yang tertata, seperti di kawasan Kebayoran Baru, Pondok Indah, Tebet, dan Tanjung Duren, dibiarkan digerogoti komersialisasi skala besar dan kecil. (NEL)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com