Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengaku Dilarang Shalat dan Dipecat, Lami Mengadu ke Komnas HAM

Kompas.com - 31/07/2013, 15:25 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Lami, buruh yang mengaku dipecat karena memprotes direktur yang melarangnya shalat di pabrik tempat dia bekerja di Cakung, Jakarta Timur, mengadukan masalah tersebut ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, Rabu (31/7/2013). Ia datang didampingi Yati Andriyani dari Kontras dan beberapa temannya.

"Saya dipersulit untuk shalat. Ketika saya protes, saya malah di-PHK (pecat)," kata Lami di kantor Komnas HAM.

Sebelumnya, Lami bekerja sebagai buruh di PT M, Cakung. Lami bercerita, kejadian itu berawal ketika dirinya hendak shalat pada jam istirahat, Jumat (12/7/2013) pukul 11.30 WIB.

Karena mushala di pabrik itu kecil atau hanya bisa memuat 20 orang, Lami memilih shalat di ruang detektor. Ia mengaku biasa shalat di situ untuk menghemat waktu. Jika terpaksa shalat di mushala, ia harus mengantre karena banyak karyawan yang ingin menjalankan ibadah di tempat tersebut. Belum lagi letaknya jauh, padahal waktu istirahat hanya 30 menit. Namun, saat itu direktur perusahaan, yakni HK, malah membentaknya.

"Dia marah-marah, 'Tidak boleh shalat di situ.' Saya jelaskan, kalau tidak boleh, saya shalat di luar ruangan saja. Tapi dia tetap marah-marah. Saya ambil mukena dipersoalkan. Dia sampai angkat tangan mau pukul saya. Di situ saya bilang, 'Silakan tampar.' Saya panik, saya teriak-teriak saya dilarang shalat," tutur Lami kepada anggota Komnas HAM yang menerima laporan, Siti Nur Laila.

Saat itu, kata Lami, bosnya semakin marah. Pihak personalia langsung menjelaskan lewat pengeras suara bahwa tidak ada pelarangan shalat. Pasca-kejadian itu, Lami bekerja biasa. Namun, dirinya tidak bisa mengisi daftar hadir. "Tapi saya tetap kerja seperti biasa," katanya.

Di saat tanggal gajian, Lami mengaku hanya dirinya yang tidak menerima gaji. Ia lalu menghadap manajemen perusahaan pada 24 Juli. Siangnya, gajinya diberikan secara tunai. Namun, sorenya ia dipanggil kembali dan diberi tahu bahwa ia sudah dipecat karena melanggar ketertiban perusahaan. Perusahaan menganggap Lami melakukan provokasi dengan menyebut direktur melarang shalat. Padahal, menurut Lami, larangan itu memang benar.

Tak terima di-PHK, sehari kemudian, Lami tetap masuk kerja. Namun, manajemen perusahaan menyampaikan kepada Lami bahwa dirinya dinonaktifkan sampai proses PHK selesai.

Lami yakin pemecatannya bukan hanya karena masalah shalat, tetapi juga keputusannya yang membangun serikat pekerja bernama Federasi Buruh Lintas Pabrik baru-baru ini. Lami menjadi ketuanya. Serikat pekerja itu akan dicatatkan ke Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara.

"Perusahaan tidak suka. Jadi hal sekecil apa pun yang saya lakukan dipersoalkan perusahaan," kata perempuan yang sudah bekerja di perusahaan itu sejak 2004.

Yati menilai ada pelanggaran hak asasi oleh perusahaan. Meski tidak ada aturan yang melarang buruh untuk shalat, tetapi perusahaan telah menghambat buruh untuk mendapatkan haknya beribadah.

"Karena terhambat, maka Lami pilih cara lain. Perusahaan tidak punya etika yang baik untuk memenuhi hak beribadah," kata Yati.

Kepada Komnas HAM, Lami ingin agar aduannya diproses. Untuk saat ini, ia tidak ingin menempuh proses hukum lantaran bakal memakan waktu lama. "Saya hanya ingin perusahaan meminta maaf dan memperkerjakan saya kembali," kata Lami.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Megapolitan
Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Megapolitan
Cerita Ridwan 'Menyulap' Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Cerita Ridwan "Menyulap" Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Megapolitan
Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Megapolitan
Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Megapolitan
Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Megapolitan
Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Megapolitan
Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Megapolitan
KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

Megapolitan
Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Megapolitan
Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Megapolitan
45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

Megapolitan
Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Megapolitan
Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Megapolitan
TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com