Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Kepedulian Ciliwung, Sampai Pengembangan Bibit Salak Condet

Kompas.com - 03/08/2013, 08:45 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ciliwung merupakan satu dari 13 sungai yang mengalir melintas di Ibu Kota Jakarta. Sungai ini menjadi salah satu sungai besar yang mesti dijaga kelestariannya lantaran semakin hari mengalami penurunan. Harapan pun muncul ketika kepedulian sekelompok orang membentuk komunitas dengan tujuan dan cita-cita agar kualitas sungai Ciliwung tetap terjaga.

Komunitas itu adalah Komunitas Ciliwung Condet, yang diketuai oleh Abdul Kodir (40), warga keturunan Betawi yang tinggal di Condet, Jakarta Timur. Pada 21 Juni 2004, komunitas tersebut dideklarasikan dan berdiri hingga sekarang. Komunitas ini memantau perkembangan Ciliwung dari tahun ke tahun.

Komunitas Ciliwung Condet berkumpul di Jalan Munggang Nomor 6 RT 10/RW 04, Condet Balekambang, Kramatjati, Jakarta Timur. Komunitas tersebut memiliki berbagai cabang dengan jumlah anggota yang tidak terdaftar lantaran bersifat partisipan dan non-struktural, yang tersebar seperti di Bojong Gede, Depok, Puncak dan sejumlah titik wilayah lainnya.

Kompas.com/Robertus Belarminus Bibit salak Condet yang ditanam oleh Komunitas Ciliwung Condet

Abdul yang ditemui Kompas.com, Selasa (30/7/2013), menuturkan, komunitas tersebut menjalankan berbagai kegiatan untuk melestarikan Ciliwung dan budaya Betawi. Dari mulai pendidikan, pembibitan tanaman, sampai dengan kegiatan advokasi sungai dan lingkungan menjadi kegiatan utama mereka.

"Kegiatan kawan-kawan untuk mengapresiasi Ciliwung karena dari hulunya juga rusak. Tingkat kualitas sungai makin buruk, ya semua awalnya kayak gitu," kata Abdul.

Abdul mengatakan, salah satu aktivitas yang dilakukan adalah melakukan pemantauan Ciliwung dari suatu titik ke titik lain. Mereka pernah mengarungi Ciliwung dari Bojong Gede menuju Condet dengan 5 getek (rakit) dengan jumlah total 40 sampai 50 penumpang. Kegiatan ini mengundang perhatian sejumlah organisasi pencinta alam dari beberapa peguruan tinggi. Mereka mengidentifikasi keberagaman flora dan fauna yang masih ada di sekitar Sungai Ciliwung. Selain itu, Abdul mengatakan mereka juga mengamati lokasi dan kawasan yang rusak sampai dengan yang terancam rusak.

"Memang banyak sekali titik kerusakan Ciliwung, di samping ada titik-titik yang masih layak dipertahankan. Lokasi yang terancam rusak juga mulai banyak," ujar Abdul.

Setelah itu, dokumentasi pun dilakukan serta mempelajari mengenai kerusakan yang terjadi. Abdul tak mau mendiamkan kerusakan di Ciliwung terjadi. "Kemudian kita publikasikan bahwa banyak hal yang perlu dicegah dari kerusakannya. Dari media biar masyarakat sendiri yang prihatin dan untuk pemerintah supaya ambil tindakan bagaimana seharusnya," ujar Abdul.

Bicara masalah lingkungan, kata Abdul, semua orang tentu memiliki pandangan yang sama untuk kelestariannya. Namun, masalah kepeduliannya yang dinilainya tidak konsisten.

"Yang konsisten enggak sebanyak orang yang peduli. Sebenarnya yang tidak buang sampah sembarangan saja sudah bagian dari kita," katanya.

Abdul yang lahir dan tumbuh dewasa di Condet melihat penurunan kualitas lingkungan bantaran Ciliwung di sana hingga kini. Hal itu dibuktikan dengan mulai menghilangnya sejumlah fauna khas daerah itu, seperti kera, landak, dan spesies burung khas Condet yang disebut sebagai burung Paok. Dulu, kata Abdul, hewan-hewan itu mudah sekali ditemukan di kawasan itu.

"Sekarang sudah enggak tahu ke mana. Dulu sering ketemu waktu musim buah," ujar Abdul.

Menurutnya, burung Paok merupakan salah satu fauna khas Condet. Namun, keberadaannya kini diperkirakan hanya ada di hulu Ciliwung.

Saat ini, salah satu kekhasan alam yang masih dapat dilestarikan di wilayah itu adalah jenis flora, seperti salak Condet dan duku Condet. Komunitas itu juga memiliki sekitar 4.000 bibit salak Condet dan sekitar 60 jenis tanaman lain.

Abdul bersama komunitasnya juga menanam tumbuhan lain, seperti duku, kecapi, pucung, dan gandaria. Untuk salak Condet sendiri menurutnya memang tumbuh di lokasi pinggiran sungai untuk tempat pengembangan yang baik.

"Bibitnya ada yang kita bagi dengan warga. Ada juga orang luar dari perkebunan yang ambil ke sini. Rencananya sih kita nanti ada daerah yang khusus buat tanaman dan ada yang untuk ruangan pertemuan," ujarnya.

Abdul mengatakan, ia berupaya memberikan wisata pendidikan dengan menyusuri sungai dan menggali sejarah yang ada di Ciliwung. Selain itu, kunjungan juga terbuka bagi pelajar sekolah yang hendak meninjau komunitas tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com